JAKARTA – Penyakit jantung koroner selama ini sering dianggap sebagai penyakit orangtua. Namun, menurut dr. Bambang Budiono, SpJP(K), FIHA, FAPSC, FAPSIC, FSCAI, kenyataan di lapangan justru berbeda.
Dia menegaskan bahwa kasus serangan jantung kini semakin banyak terjadi pada usia muda.
“Dulu patokannya usia 40 tahun ke atas wajib melakukan medical check-up. Tapi sekarang tren penyakit jantung koroner justru makin muda. Saya pernah punya pasien usia 19 tahun yang mengalami masalah jantung serius karena faktor keturunan,” ungkap dr. Bambang dalam konferensi Primaya Cardiovascular Conference 2025 bertema “Beat for Life, Love Your Heart”, dikutip Minggu (21 September 2025).
Menurutnya, penyakit jantung koroner erat kaitannya dengan gaya hidup. Rokok, pola makan tinggi lemak, kurang olahraga, hingga stres menjadi “bubuk-bubuk” yang mempercepat bibit penyempitan pembuluh darah sejak usia belasan tahun. Data penelitian luar negeri bahkan menunjukkan tanda awal penyempitan pembuluh darah dapat terdeteksi sejak usia 10–15 tahun.
dr. Bambang menekankan bahwa pencegahan jauh lebih penting daripada pengobatan. Screening dini menjadi kunci, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko seperti riwayat keluarga, kolesterol tinggi, atau diabetes sejak muda. “Jangan tunggu ada keluhan baru melakukan pencegahan. Ketika keluhan muncul, biasanya kondisinya sudah cukup berat,” jelasnya.
Selain pemeriksaan kesehatan, gaya hidup sehat juga berperan besar dalam menekan risiko. Ia merekomendasikan olahraga aerobik seperti jogging, bersepeda, atau berenang sebagai aktivitas terbaik untuk menjaga jantung tetap sehat. Pola makan seimbang dengan membatasi lemak jenuh serta berhenti merokok juga harus menjadi bagian dari keseharian.
“Genetik itu hanya potensi, seperti bakat. Kalau kita punya orangtua dengan riwayat penyakit jantung, bukan berarti pasti kena. Tapi kalau lingkungannya mendukung misalnya merokok, obesitas, tidak aktif risikonya jadi lebih tinggi. Karena itu, gaya hidup sehat bisa menekan risiko meskipun ada faktor keturunan,” tambahnya.
Di akhir sesi, dr. Bambang menegaskan bahwa Indonesia kini sudah memiliki fasilitas dan kemampuan yang setara dengan negara lain dalam menangani penyakit jantung. Tantangannya justru ada pada peningkatan kesadaran masyarakat. “Awareness masyarakat harus ditingkatkan. Semakin dini kita mendeteksi, semakin besar peluang untuk mencegah,” tuturnya.
Konferensi ini turut menghadirkan sejumlah pakar kardiologi nasional dan internasional, termasuk Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K), FIHA, hingga Prof. Philip Wong En Hou dari Raffles Medical Group, Singapura, yang membahas perkembangan terbaru dalam pencegahan, diagnosis, dan tata laksana penyakit jantung.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)