“Penguatan festival dan komunitas di berbagai daerah, pengayaan medium dan ekspresi, serta internasionalisasi karya, diharapkan menjadikan sastra Indonesia tumbuh masif dan merata hingga pelosok. Dengan demikian, sastra menjadi sarana konkret memperkuat jati diri bangsa dalam menghadapi dinamika dunia global,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Kementerian Kebudayaan mengapresiasi perjalanan panjang Taufiq Ismail atas kontribusinya dalam dunia sastra Indonesia melalui peluncuran enam jilid buku 90 Tahun Taufiq Ismail yang memuat kumpulan karya-karyanya dari masa ke masa.
Menbud Fadli menuturkan, “Taufiq Ismail adalah nama besar dalam sastra Indonesia. Karya-karya beliau yang melintasi tiga zaman menjadi saksi banyak peristiwa. Ia merupakan penyair yang terlibat dalam setiap pergeseran sosial budaya dan politik yang terjadi di Indonesia."
"Tidak hanya itu juga, dalam tonggak perjalanan kebudayaan Nusantara, 59 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1966, Taufiq Ismail mendirikan majalah sastra Horison bersama Mochtar Lubis, P.K. Ojong, Arief Budiman, dan Zaini," katanya.
Taufiq Ismail, menurut Menbud Fadli, juga mendedikasikan hidupnya di dunia sastra dengan mendirikan Rumah Puisi Taufiq Ismail di Aie Angek, Sumatra Barat.
“Sebagai seorang penyair yang melintasi banyak zaman, Taufiq Ismail telah mendedikasikan hidup bagi kemajuan sastra Indonesia. Waktu, tenaga, dan pikiran tak pernah lepas dari sastra dan budaya," ujarnya.
"Warisan kerja beliau dan karya yang terbentang nyata bukan menjadikan beliau seorang penyair individualis yang berdiri di Menara Gading, tapi terus terlibat di dalam berbagai macam pergeseran-pergeseran sosial dan budaya,” kata Menbud Fadli.
Rangkaian acara Peringatan Hari Sastra Indonesia semakin istimewa dengan penampilan berbagai tokoh nasional yang mempersembahkan musikalisasi puisi dan karya-karya sastra Taufiq Ismail.