Prevalensi Hepatitis B dan C di Indonesia Menurun, Ini Penjelasannya!

MNC Media, Jurnalis
Selasa 30 Juli 2024 06:00 WIB
Prevalensi hepatitis B dan C menurun di Indonesia. (Foto: Freepik.com)
Share :

DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr. Imran Pambudi mengatakan, prevalensi hepatitis B di Indonesia menurun dalam 10 tahun terakhir. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, prevalensi hepatitis B turun dari 7,1 persen pada 2013 menjadi 2,4 persen pada 2023.

“Dengan dukungan semua pihak, Indonesia telah berhasil menurunkan secara bermakna dalam 10 tahun terakhir,” kata dr. Imran dalam Temu Media Hari Hepatitis Sedunia.

Selain hepatitis B, hepatitis C juga mengalami penurunan. Menurut data WHO Global Health Observatory 2022 for HCV, prevalensi hepatitis C turun dari satu persen pada 2013 menjadi 0,5 persen pada 2022. Menurut dr. Imran, penurunan ini ditopang oleh beberapa upaya strategis pemerintah.

Pertama, pencegahan penularan hepatitis B dari ibu ke anak melalui pemberian vaksin hepatitis B dan antivirus tenofovir. Pada 2023, lebih dari 2,3 juta dari target 4,4 juta bayi baru lahir telah menerima imunisasi hepatitis B setelah 24 jam kelahiran.

“Kemudian, bagi ibu hamil yang kita temukan positif kita berikan antivirus tenofovir untuk mencegah transmisi virus Hepatitis B dari ibu ke anak,” kata dr. Imran.

Pemberian antivirus tenofovir telah diinisiasi sejak 2022 dan secara bertahap dilakukan di seluruh Indonesia. Tahap awal pada 2023, pemberian antivirus tenofovir dilakukan pada 22 layanan di 10 kabupaten/kota di 6 provinsi.

Tahap II pada 2023, layanan bertambah menjadi 158 layanan di 26 kabupaten/kota dan 17 provinsi. Kemudian pada 2024, sedang dipersiapkan penambahan layanan di 1.230 layanan terdiri dari 1.020 puskesmas dan 210 rumah sakit yang tersebar di 188 kabupaten/kota dan 34 provinsi.

“Tahun ini akan kita kembangkan lagi untuk bisa ke 1.410 layanan baik di puskesmas maupun rumah sakit,” tuturnya.

Upaya kedua adalah memperkuat surveilans dan penemuan kasus pada populasi berisiko tinggi seperti ibu hamil, tenaga medis (named), dan tenaga kesehatan (nakes). Pada 2023, sebanyak 3.358.549 ibu hamil diskrining hepatitis B, dan sebanyak 50.789 ibu hamil di antaranya terdeteksi HBsAg reaktif.

“Untuk tenaga kesehatan, sebanyak 364.002 nakes dan named diskrining HBsAg. Hasilnya, 359.677 HBsAg non-reaktif dan 267.574 belum memiliki antibodi sehingga layak divaksinasi,” katanya.

Untuk penyakit hepatitis C, pada 2017 hingga Juni 2024, sebanyak 967.330 individu berisiko tinggi telah menjalani skrining hepatitis C. Berdasarkan hasil skrining, 42.292 orang dinyatakan positif untuk antibodi Hepatitis C (anti-HCV). Lalu, hanya 67,4 persen atau 28.504 yang melanjutkan ke tahap pemeriksaan selanjutnya, yaitu pemeriksaan viral load (VL) untuk RNA HCV.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya