FKUI Berhasil Ungkap Fakta Terbaru Penyakit Celiac di Indonesia

Muhammad Sukardi, Jurnalis
Kamis 11 Juli 2024 14:00 WIB
Fakta terbaru penyakit celiac (Foto: Freepik.com)
Share :

TIM peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) berhasil mengungkap fakta terbaru penyakit Celiac di Indonesia. Lantas apa temuan mereka?

Penyakit celiac adalah penyakit autoimun yang memengaruhi usus kecil dan dipicu oleh konsumsi makanan mengandung gluten, seperti roti, gandum, pasta, dan mi instan, pada individu dengan kerentanan genetik.

Tim FKUI sendiri menemukan fakta bahwa dalam beberapa dekade terakhir, prevalensi penyakit celiac secara global memperlihatkan tren kenaikan, dari 0,03 persen menjadi 0,7 persen pada populasi.

Bagaimana dengan data di Indonesia? Apakah kasus penyakit celiac juga memperlihatkan tren kenaikan?

Berdasarkan penelitian terbaru yang dilaporkan oleh Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB dan tim dari FKUI - RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), telah terungkap data penting tentang prevalensi penyakit celiac (CD) pada pasien berisiko tinggi dengan gangguan gastrointestinal fungsional atau irritable bowel syndrome (IBS) di Indonesia.

Penelitian tersebut dipublikasikan pada Jurnal PLoS ONE dengan judul 'Prevalence and factors associated with celiac disease in high-risk patients with functional gastrointestinal disorders' pada Juni 2024.

Data penting tersebut menjelaskan bahwa penyakit celiac yang sebelumnya dianggap jarang terjadi di Indonesia, kini angka prevalensinya menunjukkan kenaikan yang signifikan di kalangan populasi berisiko tinggi. Pasien IBS dipilih sebagai populasi subjek, karena memiliki gejala yang mirip dengan pasien yang sudah diketahui terdiagnosis penyakit celiac.

"Berdasarkan salah satu studi di Mesir, 8 dari 100 pasien IBS itu memenuhi kriteria penyakit celiac setelah dilakukan pemeriksaan penunjang," tutur Prof Ari dalam pernyataan resminya yang diterima MNC Portal, Kamis (11/7/2024).

Dia melanjutkan, penelitian observasional dengan metode potong lintang ini melibatkan 283 pasien yang direkrut dari poliklinik gastroenterologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Pasien-pasien ini dipilih berdasarkan kriteria risiko tinggi dan memberikan persetujuan tertulis untuk berpartisipasi dalam studi ini.

Mereka diminta untuk mengisi kuesioner terkait penyakit celiac, kemudian dilakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan serologis dengan metode ELISA untuk mendeteksi antibodi IgA anti-transglutaminase jaringan (anti-TTG) dan IgG anti-peptida deaminasi gliadin (anti-DGP) sebagai pemeriksaan penunjang untuk penyakit celiac.

"Hasil penelitian menunjukkan bahwa 8 dari 283 pasien (2,83 persen) secara serologis terkonfirmasi menderita penyakit celiac," kata Prof Ari yang adalah penulis utama dalam penelitian ini.

Lebih lanjut, analisis bivariat mengungkapkan bahwa variabel usia 40-60 tahun, keluhan sulit BAB, dan riwayat penyakit autoimun memiliki hubungan signifikan (p < 0,05) dengan penyakit celiac. Namun, pada analisis multivariat, hanya riwayat penyakit autoimun yang tetap menunjukkan hubungan signifikan (p < 0,05) dengan penyakit ini.

"Sehingga dapat ditafsirkan, berdasarkan hasil ini bahwa pasien-pasien IBS yang memiliki karakteristik usia 40-60 tahun, keluhan sulit BAB, dan terutama riwayat penyakit autoimun sebelumnya perlu lebih waspada kemungkinan memiliki penyakit celiac," kata Prof Ari.

Prof menerangkan bahwa penelitian ini memberikan wawasan baru mengenai prevalensi penyakit celiac pada populasi berisiko tinggi di Indonesia.

"Temuan kami menunjukkan bahwa meskipun prevalensi secara keseluruhan tampak rendah, namun angka 2,83 persen pada populasi berisiko tinggi di RSCM tergolong tinggi jika dibandingkan dengan studi serupa sebelumnya yang menunjukkan angka 0,61 persen," tuturnya.

"Hal ini memperlihatkan perlunya perhatian lebih dalam deteksi dini dan diagnosis penyakit celiac," katanya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya