KETIKA naik pesawat komersil, penumpang akan selalu diingatkan oleh awak kabin untuk menonaktifkan sementara ponsel atau mematikan jaringannya dengan mengaktifkan mode posawat (airplane mode). Ada alasan keamanan di baliknya.
Ponsel memancarkan gelombang radio yang dapat mengganggu pengoperasian normal peralatan pesawat. Gelombang radio tersebut dapat menyebabkan gangguan pada headset pilot.
Meskipun ponsel berada di luar jangkauan saat berada di tengah penerbangan, ponsel terus mengirimkan sinyal listrik untuk mencari sambungan. Dengan demikian, beralih ke mode penerbangan berarti semua sinyal seluler dinonaktifkan.
Kepala Eksekutif Komite Keselamatan Penerbangan Inggris, Dai Whittingham mengatakan kepada BBC bahwa mode pesawat secara historis penting karena kurangnya pengetahuan tentang pengaruh perangkat seluler terhadap pesawat.
BACA JUGA:
“Ada kekhawatiran mereka dapat mengganggu sistem kendali penerbangan otomatis,” katanya seperti dilansir dari Mirror, Jumat (8/12/2023).
“Apa yang telah ditemukan berdasarkan pengalaman adalah risiko interferensi sangat kecil. Rekomendasi yang selalu diberikan adalah ketika Anda berada dalam penerbangan, perangkat harus berada dalam mode pesawat,” ujarnya.
Sebenarnya tidak akan menimbulkan bahaya nyata jika perangkat dibiarkan dalam mode normal. Tapi, jika semua orang dalam penerbangan lupa mengaktifkan mode pesawat atau menonaktifkan ponsel, maka hal itu akan meningkatkan gangguan.
Menurut Kepala Komunikasi Wizz Air, Tamara Vallois, pesawat pasti tidak akan mengalami kegagalan fungsi, atau jatuh langsung dari langit jika penumpang tidak menonaktifkan jaringan ponselnya.
BACA JUGA:
Sementara itu, mulai tahun 2023 maskapai penerbangan yang beroperasi di Uni Eropa dapat menyediakan 5G kepada penumpangnya.
Langkah ini menyusul pengumuman UE bahwa maskapai penerbangan dapat menggunakan peralatan jaringan khusus yang disebut Picocell. Picocell menggunakan satelit untuk menghubungkan telepon ke darat.
(Salman Mardira)