Pada gangguan diseksi Aorta, bila ditangani secepat mungkin atau kurang dari 24 jam, maka angka kematiannya hanya 10 persen saja. Namun, semakin ditangani misalnya sampai ke hari 30, angka kematiannya akan semakin tinggi, bisa sampai 50 persen.
“Ini diakibatkan dari gangguan aliran darah. Lalu bisa juga menimbulkan penekanan jantung akibat darah yang menumpuk di lapisan Aorta,” katanya.
Sementara itu, untuk penanganan perbaikan gangguan kelainan pembuluh darah Aorta ini adalah operasi. Baik terbuka maupun melalui Teknik minimal invasive atau endovascular. Mulai dari mengganti Aorta dengan Aorta buatan, memasang stent pada Aorta, hingga kombinasi keduanya.
“Tapi tidak semua pasien bisa memilih dengan teknik operasi minimalis, tergantung beberapa faktor. Misalnya usia sudah diatas 50 tahun, kerusakan Aorta sudah parah atau sudah terjadi di beberapa titik, itu menggunakan terbuka,” ucapnya.
Menurutnya, pemberian obat-obatan hanya bisa dilakukan untuk menjaga faktor resikonya saja, agar tidak memperburuk keadaan pasien. Misalnya, pasien disertai kolesterol dan tekanan darah tinggi, maka dia akan diberikan obat untuk menekan kolesterol dan darah tingginya.
“Jadi hanya bersifat untuk mencegah agar keadaan tidak memburuk. Penanganan Aortanya sendiri tetap harus operasi,” katanya.
“Saran saya, rajin MCU pembuluh darah. Kalau tidak ada faktor resiko seperti kolesterol, tekanan darah tinggi, merokok, riwayat keluarga, bisa 5 tahun sekali. Tapi kalau ada riwayat, bisa satu tahun sekali,” ujarnya.
(Leonardus Selwyn)