SEBUTAN Daeng memiliki makna khusus dalam kebudayaan Suku Makassar khususnya dalam realitas sosial.
Makassar sebagai Ibu Kota Sulawesi Selatan menyimpan ragam budaya unik dan menarik.
Berbagai etnis dan suku mendiami Kota Makassar khususnya Suku Makassar sendiri. Bahkan salah satu rumah adat Sulawesi Selatan ada di Makassar.
Kota Makassar juga lekat dengan sejarah yang melatarbelakanginya. Salah satunya adalah sejarah munculnya julukan Kota Daeng bagi Kota Makassar. Nah, berikut adalah alasan kenapa Makassar disebut Kota Daeng.
Daeng dalam kebudayaan Suku Makassar memiliki beragam makna. Dalam realitas sosial kata daeng merujuk pada sapaan untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Penggunaan sapaan daeng umumnya ditujukan kepada tukang becak, tukang sayur, dan lainnya.
Pantai Losari, Makassar (Foto: dok. Mauluddin Anwar)
Umumnya kata daeng merujuk kepada orang yang belum dikenal dan orang yang lebih tua. Arti kata daeng sama dengan mas atau abang sebagai sapaan untuk laki-laki. Suku Makassar menggunakan kata daeng sebagai bentuk tata krama dalam kehidupan sosial.
Namun, sebenarnya penggunaan kata daeng lebih luas lagi. Ada pergeseran makna antara penggunaan daeng pada masa lalu dan masa kini. Pergeseran makna daeng terjadi pada tahun 1990-an.
Dahulu orang yang lebih tua mendapat sebutan daeng sebagai bentuk rasa hormat. Kebudayaan Suku Makassar menggunakan gelar daeng untuk keturunannya.
Dapat diartikan, daeng merupakan suatu doa orang tua dan pengharapan hidup lebih baik bagi sang anak.
Daeng berasal dari kata pakdoangang atau pakadengang akar kata dari doa. Misalnya orang tua memberi nama anaknya Daeng Bau (Daeng Harum), orangtua berharap anaknya dapat mengharumkan nama keluarga. Selain itu, ada sebutan Daeng Nisokna. Arti Daeng Nisokna adalah impian atau cita-cita.
Gelar daeng juga disematkan kepada seseorang karena prestasi atau keunggulannya. Bahkan gelar seorang bangsawan tersohor juga mendapatkan gelar daeng
Pergeseran budaya serta adat istiadat membangun tembok dan batasan bagi kata daeng. Oleh Karena itu, penggunaan kata daeng lebih terbatas.
Pria Suku Bugis (Foto: bajuadatnusantara.blogspot.com)
Masyarakat menggunakan kata daeng untuk menyapa supir angkot, tukang sayur, penarik becak, dan lainnya supaya lebih sopan.
Anak-anak mudah jaman sekarang mungkin masih mendapatkan gelar daeng dari orang tua mereka. Tetapi, hanya sedikit yang mau menggunakannya.
Faktor yang memengaruhi pergeseran kata daeng meliputi fleksibilitas kata dawn dalam kehidupan sosial, tidak cukup kuatnya budaya Makassar, dan tidak ada sebutan yang tepat untuk pelaku ekonomi ke bawah.
(Rizka Diputra)