KEMENTERIAN Kesehatan menjelaskan, pemanfaatan obat herbal atau fitofarmaka di Indonesia masih belum begitu besar. Sekalipun banyak dari masyarakat Indonesia yang kurang begitu percaya dengan obat kimia.
Terlihat dari data Kemenkes yang menunjukkan, bahwa hanya 1,2 sampai 3 persen dokter di Indonesia yang meresepkan fitofarmaka di rumah sakit. Pada sisi lain, material bahan herbal begitu banyak tersedia luas di Indonesia.
Bahkan, menurut Dirjen Farmalkes Kemenkes RI, Lucia Rizka Andalusia, obat herbal menjadi fokus para peneliti dan industri di dunia, termasuk negara-negara G20 saat ini . Ya, sekarang semakin banyak negara yang mengakui peran jamu atau obat herbal dalam sistem kesehatan nasional negaranya.
"China misalnya, penggunaan obat herbal di sana sudah mapan untuk tujuan kesehatan. Lalu Jepang, 50-70 persen jamu telah diresepkan di rumah sakit," kata Lucia dalam gelaran Webinar.
Selain itu, Kantor Regional Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan ada 71 persen penduduk Chili dan 40 persen penduduk Kolombia menggunakan obat tradisional. Bahkan, di negara maju pun obat herbal semakin populer sekarang.
"Misalnya di Perancis, penggunaan jamu oleh penduduk di sana mencapai 49 persen, Kanada 70 persen, Inggris 40 persen, dan Amerika Serikat 42 persen," tutur Lucia lagi.
Sudah masifnya penggunaan obat tradisional di negara-negara tersebut perlu dipelajari oleh Indonesia. Sekalipun, memang masih banyak hambatan untuk bisa memaksimalkan, pemanfaatkan fitofarmaka di Indonesia.
Contohnya, kurangnya penelitian karena kesulitan dukungan keuangan untuk penelitian obat herbal tersebut. Selain itu, kurangnya kemauan politik dan kapasitas untuk memantau keamanan produk obat herbal, sistem informasi dan analisis yang belum cukup memadai, serta integrasi obat herbal di dalam sistem kesehatan nasional.
BACA JUGA:Carysha Bagikan Resep Ramuan Herbal Alternatif Obat Parasetamol Cair dari PDPOTJI
"Dengan begitu, kami berharap bahwa obat herbal atau fitofarmaka akan semakin banyak diresepkan dokter di rumah sakit, seperti yang dilakukan negara-negara yang sudah lebih dulu melakukannya," pungkasnya.