Diketahui oleh kompeni Belanda, jika tubuh dicincang, pemilik ilmu rawa rontek akan bangkit kembali selama bagian badan yang terpototng bersentuhan satu sama lain. Akhirnya, dia memutuskan menggunakan kekuatan uangnya. Sebuah sayembara digelar kepada siapa saja yang berhasil menangkap Ki Boncolono hidup atau mati, kompeni akan memberi imbalan besar.
Sayembara yang digelar, menarik sebagian besar pendekar pribumi, mereka yang mengetahui kelemahan ilmu Ki Boncolono pun segera bergerak menangkapnya. Dalam waktu singkat, Ki Boncolono berhasil diringkus, lalu kompeni Belanda memotong tubuh Ki Boncolono menjadi dua bagian. kesaktian yang dimiliki beliau tidak akan berfungsi selama tubuh yang terpotong tersebut dipisahkan oleh sungai.
Dari kisah Ki Boncolono, banyak dikenal Maling Gentiri ternyata juga dijuluki Ratu Adil yang dianggap sebagai tokoh yang selalu menuntaskan rakyat dari kemisikanan. Dia pun di akhir masa hidupnya meninggalkan semua perbuatan yang melanggar hukum.
Maling Gentiri dimakamkan di Desa Kawengan Kecamatan Jepon +12 km ke arah timur dari kota Blora dan mudah dijangkau dengan kendaraan beroda dua maupun roda rmpat.
Konon penempatan makan Maling Gentiri dimakamkan tanpa kepala.
“Makam Ki Boncolono terbujur dari utara ke selatan, bersebelahan dengan makam Tumenggung Poncolono yang diduga adik Boncolono dan Tumenggung Mojoroto, penghuni awal (cikal bakal) kawasan kediri,” tulis Geoger Quinn.
Pada 2004 makam beliau di Maskumambang sempat dipugar, dilakukan renovasi bangunan diikuti dengan pembetonan sebanyak 555 anak tangga menuju puncak bukit Maskumambang.