TENGAH ramai pernyataan terkait gas air mata yang disebutkan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, yang menyebutkan bahwasanya gas air mata dalam skala tertinggi sekali pun tidak mematikan.
"Mengutip dari pendapat guru besar Universitas Udayana, ahli di bidang toksikologi (racun) termasuk dokter Mas Ayu Elita Hafizah, bahwa gas air mata dalam skala tinggi pun tidak mematikan," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers, baru-baru ini.
Dalam rilis Polri yang diterima MNC Portal, diterangkan bahwa menurut laporan Scientific American, gas air mata memiliki senyawa kimia untuk mengaktifkan TRPA1 dan TRPV1 berbeda. Artinya, gas air mata bisa dibagi menjadi dua kelompok kategori sesuai komponen senyawa kimia penyusunnya.
Salah satu agen yang mampu mengaktifkan reseptor TRPA1, yakni 2-chlorobenzalmalononitrile atau gas CS. Agen yang bertindak sebagai senyawa kimia yang mengandung klor dan bertiup ke udara sebagai partikel halus.
Ahli dari Universitas Duke, Sven-Eric Jordt mengungkapkan, senyawa kimia ini bisa menempel di benda dan bisa bertahan.
"Mereka sebenarnya tersebar dengan membakar, dan menempel pada kulit atau pakaian serta bisa bertahan untuk sementara waktu," ujar Sven-Eric Jordt.
Dengan kata lain, zat tersebut bereaksi secara kimia dengan biomolekul dan protein pada tubuh manusia yang bisa menyebabkan sensasi terbakar. Meskipun ada rasa sensasi terbakar yang cukup parah, tapi agen ini tidak mematikan.