LAFAEK Diak merupakan buaya yang dianggap suci di Timor Leste. Warga negara tetangga Indonesia itu memang sangat memuja buaya. Ini tak lepas dari mitos Lafaek Diak. Kasus orang diserang buaya juga sangat tinggi di Timor Leste.
Beberapa waktu lalu, dua ahli biologi dari Australia, Yusuke Fukuda dan Sam Banks meneliti penyebab tingginya kasus orang dibunuh oleh buaya di Timor Leste. Bahkan dalam 10 tahun terakhir serang buaya meningkat 20 kali lipat dengan satu kematian tiap satu bulan.
“Kami menjadi prihatin setelah banyak orang dimakan buaya di Timor Timur,” kata Fukuda seperti dilansir dari New York Times.
BACA JUGA:Ngeri! 5 Pulau Paling Mematikan di Dunia, Nekat Datang Nyawa Bisa Melayang
Masyarakat Timor Leste memang telah berabad-abad memuja buaya. Mitos tersebut adalah tentang seekor buaya bernama Lafaek Diak. Dikisahkan, karena persahabatannya dengan seorang anak laki-laki, ia mengorbankan dirinya untuk menjadi rumah anak, yaitu pulau Timor, dengan setiap benjolan bersisik di punggungnya berubah menjadi gunung.
Orang Timor menyebut buaya sebagai "abo", kata dalam bahasa Tetun untuk kakek-nenek. Bahkan di Timor Leste, membunuh buaya dianggap tabu dan juga ilegal.
Hewan-hewan tersebut sangat dikagumi di Timor Leste sehingga para korban serangan buaya seringkali terlalu malu untuk melaporkannya.
Itulah sebabnya banyak yang percaya bahwa jumlah serangan buaya terhadap warga di sana sebenarnya lebih tinggi daripada yang ditunjukkan statistik resmi.
Orang Timor yang paling berisiko terkena serangan buaya adalah mereka yang tinggal di tepi sungai yang tak terhitung jumlahnya di pulau ini, atau di sepanjang pantainya.
Padahal, menggunakan sungai, baik untuk mengambil air, mencari ikan untuk makan, mandi atau mencuci, adalah bagian dari kehidupan sehari-hari warga Timor Leste.
Para peneliti menemukan bahwa hampir 83 persen dari mereka yang diserang di Timor Lorosa'e dalam 11 tahun terakhir adalah orang-orang menangkap ikan secara subsisten, menggunakan kano kecil atau mengarungi air.
BACA JUGA:7 Pulau Menarik dan Cantik di Papua, Wajib Datang meski Hanya Sekali Seumur Hidup
Banyak penduduk lokal tidak percaya bahwa buaya asli berada di balik peningkatan serangan, mereka justru menyalahkan migran, atau pembunuh "pembuat onar".
Menurut penduduk lokal, mereka yang diserang adalah karena bermain dengan seperangkat aturan yang berbeda dari "kakek" setempat.
Menteri Luar Negeri Timor Leste, Demetrio Carvalho menyimpulkan teori tersebut, bahwa orang-orang percaya buaya ini adalah nenek moyang masyarakat Timor Leste dan nenek moyang tidak menyerang orang.
"Kakek-nenek kita tidak membunuh kita," kata Demetrio Carvalho.