Rupanya Ini Alasan Kenapa Pilot Takut Lintasi Langit Tibet

Anya Azalia Faustina, Jurnalis
Sabtu 01 Oktober 2022 08:02 WIB
Tibet (Foto: IANS File Photo)
Share :

PESAWAT terbang merupakan alat transportasi favorit traveler karena sangat efisien dalam hal waktu perjalanan. Dalam dunia penerbangan, nyatanya tidak semua wilayah di bumi ini bisa dengan bebas dilintasi si 'burung besi', termasuk langit Tibet di antaranya.

Nyaris seluruh pesawat di dunia kerap menjauhi wilayah Tibet dan memilih jalur lain dengan mengelilinginya. Seolah wilayah tersebut merupakan wilayah terlarang untuk dilintasi.

Lalu mengapa hal ini bisa terjadi? Banyak sekali alasan mengapa pesawat tidak berani melintasi wilayah Tibet. Tibet merupakan salah satu wilayah kosong terbesar di dunia. Setelah Antartika dan bagian utara Greenland, dataran tinggi Tibet adalah tempat yang tidak ramah bagi manusia untuk ditinggali.

Wilayah Tibet memiliki luas 1.228.400 km. Tapi, populasinya hanya 3.5 juta jiwa saja. Sedikitnya jumlah penduduk di sini dikarenakan rata-rata tinggi datarannya 4.000-5.000 meter di atas permukaan laut. Membuat dataran tinggi ini menjadi wilayah geografis tertinggi di dunia, dan mendapat julukan sebagai atap dunia.

Julukan ini sepertinya tepat karena atap dunia ini menjadi salah satu rintangan terbesar di dunia bagi penerbangan selama beberapa dekade. Percobaan melintasi wilayah ini pertama kali terjadi pada Perang Dunia II ketika sekutu yang kemudian dikenal sebagai India Britania berusaha mengangkut perbekalan menuju China untuk melawan Jepang.

Rutenya sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya bagian timur India menuju Kunming di China dengan jarak sekitar 840 km. Tapi karena mereka terbang melintasi pegunungan terpencil dan dataran tinggi Tibet, sang pilot mengalami turbulensi.

Kecepatan angin lebih dari 200 mil per jam, sementara temperaturnya cukup dingin untuk bisa membekukan bahan bakar pesawat.

Menghadapi cuaca yang tidak bisa ditebak dan hampir tak ada bandara darurat, membuat penerbangan ini menjadi nahas. Belum lagi mereka juga harus menghadapi serangan tiba-tiba dari Jepang. Semua bahaya itu membuat jalur ini dikenal sebagai jalur maut. Dalam kurun waktu 42 bulan, ada sekitar 594 pesawat jatuh dan kurang lebih dari 1.659 hilang di pegunungan dan mereka tidak pernah bisa ditemukan lagi.

Sebagian besar kehilangan ini disebabkan oleh bahaya yang dihadapi pilot dan bukan disebabkan oleh aksi dari musuh. Untungnya, dalam penerbangan modern, dataran tinggi Tibet telah dibuka secara bertahap dalam beberapa dekade setelah Perang Dunia II. Bandara pertama di Tibet dibuat pada 1956.

Jadi, jika terkadang ada pesawat melintasi daerah Tibet memang benar, tapi untuk penerbangan internasional, pilot tetap akan menjauhi wilayah ini.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya