MASJID Raya Sultan di Pulau Penyengat menjadi peninggalan Kerajaan Riau yang masih terawat dengan baik. Uniknya, masjid ini dibuat dari putih telur loh.
Awalnya Masjid Raya Sultan adalah sebuah bangunan dari kayu. Letaknya diatas bukit kecil tak jauh dari pantai pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau.
Hari dimulainya membangun masjid kayu itu tercatat pada pagi hari tanggal 7 rabiul awal 1218 tahun hijriah (1803 masehi).
Untuk menampung jamaah yang makin lama makin melimpah, masjid lama sudah tidak lagi memadai. Karena itulah Raja Jafaar memerintahkan untuk memperbesar bangunan yang lama dan letaknya diundurkan ke darat.
"Berdasarkan catatan kitab kuno yang ditemukan, digambarkan masjid kayu itu lantainya dari bata merah empat persegi disusun berjajar, dindingnya dari kayu cengal (blanocarpus heimii) yang sengaja didatangkan dari Terengganu, atapnya dari kayu belian (sideroxylon schwangeri), pada cucuran atapnya dibuatkan saluran dari kayu gong (heilica petiolaris) dengan ombak-ombak yang berukir," jelas PNA.Masud Thoyib Adiningrat,Pengageng Kedaton Jayakarta, yang pernah berkunjung ke sana.
(Foto: Instagram jelajahmasjid55)
Sebuah menara setinggi 12 hasta untuk muazzin (bilal) memanggil orang shalat. Sebuah kubah bersegi lima setinggi 17 hasta, dua buah kolam untuk wudhu berdinding dan beratap. Di sekeliling masjid diberi pagar hidup dari beberapa macam pohon kayu yang rimbun dan rindang.
Dua kali kata fisabilillah bergema dengan nyaring di kawasan kerajaan Riau Lingga. Pertama kali ketika Yang Dipertuan Muda Raja Haji Fisabilillah tewas di teluk Ketapang.
Kedua, ketika Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman (1831-1844) pada hari raya idul fitri 1 syawal 1248 H (1832 M) memberitahukan kepada seluruh rakyat agar beramal di jalan Allah (fisabilillah) untuk membangun sebuah masjid yang kokoh di tapak masjid lama.
Lalu berdatanganlah orang dari seluruh ceruk dan pelosok teluk, rantau , pulau dan dari kawasan laut ke pulau Penyengat. Mereka datang untuk bekerjasama membangun masjid yang megah.
“Tak hanya tenaga yang dibawa tapi juga persediaan makanan yang melimpah ruah, terutama beras, sagu, sayur mayor, ikan, kambing, ayam dan telur,”jelasnya.
Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman bersama dengan 5.000 orang memulai pembangunan pondasi masjid itu. Laki-laki dan perempuan bekerjasama selama 7 hari 7 malam, dari malam hari sampai subuh.
Selama 7 hari itu, para lelaki dilarang keluar kecuali penjaga keamanan. Setelah dikerjakan secara marathon pondasi masjid setinggi 7 hasta selesai selama 3 minggu.
Lalu pembuatan bangunan induk dipimpin oleh tukang yang terdiri dari orang India yang didatangkan dari Selat (Singapura). Saat itu tersohor cerita terlalu banyak tersedia telur untuk makanan bagi orang-orang yang bekerja. Sehingga tukang itu menyarankan supaya putih telur yang berlimpah dicampur dengan semen sebagaimana yang biasa dilakukan di India. Itulah sebabnya bangunan Masjid menjadi sangat kokoh.