JANDA merupakan julukan yang diberikan bagi wanita yang tidak lagi bersuami, baik karena cerai maupun karena ditinggal mati oleh suaminya.
Pria maupun wanita yang telah menikah kemudian berpisah, baik disebabkan karena karena perceraian maupun kematian adalah berstatus sama. Sayangnya, janda kerap dipandang sebagai sosok negatif.
Kaum janda seringkali ditempatkan sebagai wanita pada posisi yang rendah, lemah, tidak berdaya dan membutuhkan belas kasih sehingga dalam kondisi sosial budaya seringkali terdapat ketidakadilan.
Baca Juga: Wanita Jadi Janda dalam 3 Menit, Bagaimana Kisahnya?
Psikolog Diana Mapro UG menjelaskan, pernikahan dini di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut penelitian pernikahan dini merupakan salah satu faktor yang peningkatannya berbanding lurus dengan terjadinya perceraian dini.
Dia melanjutkan, peralihan dari remaja akhir ke dewasa awal di usia 18-20 tahun menyebabkan individu belum memiliki kematangan emosi dan kesiapan mental yang cukup. Terlebih, jika pernikahan dini tersebut dilaksanakan karena keterpaksaan, misalnya hamil di luar nikah atau dipaksa menikah oleh orangtuanya.
Akibatnya, setelah menikah di usia dini, mereka pun tidak siap menghadapi dan mengatasi konflik yang muncul. Pada pasangan muda, konflik akan lebih banyak dirasakan. "Maka dari itu, janda semakin banyak," jelasnya.
Menurutnya, ketika menikah di usia muda, untuk mengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga biasanya akan dibebankan kepada istri dan sang istri belom siap menerimanya.
Baca Juga: Pangeran hingga Presiden, Ini 5 Tokoh Dunia yang Kepincut Pesona Janda
“Keadaan-keadaan tersebut memicu terjadinya pertengkaran yang tidak jarang disertai dengan KDRT, di mana istri bisa menjadi korban. Adanya perubahan nilai tentang penceraian juga dapat mempengaruhi tingkat penceraian, di mana penceraian sudah dianggap bukan lagi hal yang memalukan atau harus dihindarkan," tutur dia.
Hal ini pun dapat dilihat dari banyak kasus-kasus penceraian yang terjadi pada lingkungan selebriti. Dengan melihat kasus pada publik figur tersebut, penceraian dapat dianggap sebagai jalan keluar yang cepat dan baik, ketika rumah tangga mengalami konflik. Sehingga banyak janda muda saat ini.
Tapi, dalam kasus perceraian muda ini, ternyata banyak istri yang menggugat suaminya. Hal ini, tidak lepas dari beberapa faktor dan tekanan yang dirasakan sang istri secara terus menerus, seperti tanggung jawab penuh terhadap semua pekerjaan rumah, melayani suami dan pengasuhan anak.
“Istri membutuhkan keluh kesah yang bisa disalurkan ke suami, dengan komunikasi yang kurang baik, istri bisa merasa menjadi kurang diperlakukan dengan adil, terlebih lagi jika suami menganggap hal tersebut memang sudah kewajiban istri dan tidak perlu dibesar-besarkan.” Ujan Diana.
Adanya rasa tidak percaya kepada suami, membuat istri terus hidup dalam kekhawatiran tentang kesetiaan suami. Hal ini pun mendorong istri untuk keluar dari rasa khawatirnya dan ingin hidup lebih bahagia. "Maka dari itu, banyak istri yang menggugat cerai suaminya, dengan harapan ingin hidup lebih baik," tukas dia.
(Martin Bagya Kertiyasa)