“Semuanya diperlakukan sama dengan orang-orang normal. Standar produksinya juga sama. Yang beda mungkin lebih ke pengertian,” beber Dea.
“Justru yang membuat aku bangga, selain orang-oramg difabel bekerja seperti orang normal, tapi karyawan aku yang normal juga sangat membantu mereka,” tambahnya.
Dea pun berharap agar pemerintah dan desainer-desainer busana lainnya mulai tertarik untuk melihat dan memaksimalkan potensi yang dimilik oleh para kaum difabel.
“Teman-teman difabel Indonesia itu jumlahnya jutaan. Saya tidak bisa melakukan ini sendiri. Saya ingin menggaet other entrepreneurs untuk melakukan hal yang sama,” tukasnya.
(Helmi Ade Saputra)