Selama perjalanan, hamparan pohon rimbun, suara air mengalir, dan kicauan burung hutan menjadi sahabat setia yang bisa dinikmati. Di sisi lain, penumpang ojek gunung harus pegangan tangan erat-erat karena kondisi jalan yang sangat tidak stabil dan beberapa kali ada genangan air yang membuat jalanan semakin licin.
Sepanjang jalan menuju desa, rumah warga memang saling berjauhan, karena pemilik rumah harus membuat rumah di lahan miliknya.
"Jadi, kalau misalnya keluarga A punya lahan di lokasi A, ya, pastinya rumah setelahnya jauh atau di luar dari kawasan lahan keluarga A. Makanya, di sini aman," ungkap Apriadi lantas tertawa.
Berdasarkan pantuan Okezone, banyak sekali tanaman seperti cokelat, kopi, kelapa, bahkan pisang tumbuh bebas. Tanaman itu juga yang kemudian menjadi mata pencaharian warga setempat.
Apriadi menjelaskan, warga di Desa Jenggala itu kebanyakan adalah petani dan tanaman yang mereka pelihara itu, ya, seperti cokelat, pisang, kelapa, kopi, vanili, atau beberapa juga pisang. "Di sini kebanyakan petani orangtuanya. Tapi, untuk anak muda, karena banyak yang sampai kuliah, beberapa ada yang bantu orangtua di ladang, ada juga yang jadi tukang ojek gunung," paparnya.
Apriadi menuturkan alasan kenapa warga tidak mau pindah saja ke kota atau wilayah lain yang lebih terjangkau. "Kita semua di sini kurang punya keahlian. Kalau kita ke kota, kita bisa apa? Punya uang bagaimana? Makanya, kita bertahan karena di sinilah kehidupan kita," terangnya.
Sementara itu, terkait dengan budidaya kopi dan vanili, Nurnah mengatakan kalau dua tanaman itu menjadi sumber penghasilan kebanyakan warga Desa Jenggala. Salah satunya dia juga.
"Kopi tumbuh subur di sini. Kakao juga. Tapi, setelah gempa, udara di sini jadi sedikit panas dan berpengaruh ke hasil panen. Banyak biji kopi yang mati dan kakao juga sama," tuturnya.