Ia mengatakan, harga satu sak semen bisa mencapai 750 ribu rupiah. Padahal dana yang dimiliki terbatas. Itupun sudah digunakan untuk membeli peralatan medis, obat habis pakai, hingga untuk membeli solar guna menyalakan listrik rumah sakit selama 24 jam. Satu liter solar di Papua dihargai 25 ribu hingga 30 ribu rupiah, sehingga tak heran jika dalam satu tahun menghabiskan miliaran rupiah hanya untuk memastikan rumah sakit teraliri listrik. Sempat berpasrah diri, Nathaniel pun mengirimkan surat ke komunitas gereja dan komunitas muslim setempat. Bukan untuk meminta dukungan finansial, melainkan memohon agar mereka bisa mendoakan dalam setiap kegiatan keagamaan, agar Tuhan memberikan jalan keluar.
“Saya juga mengirim surat kepada sejumlah Kepala Desa untuk meminta bantuan apapun sesuai kemampuan yang mereka punya. Tak disangka, beberapa hari kemudian mereka datang membawa masing-masing warga untuk ikut membangun pagar tradisional untuk rumah sakit. Hampir empat hari jadi semua. Mereka bawa kayu dari kampung mereka, mereka pasang sendiri. Semua turun tangan ikut bantu membangun. Itu benar-benar menjadi momen istimewa tersendiri bagi saya. Dengan semangat kebersamaan, kami mampu melewati tantangan tersebut,” kata Nathaniel.
Nathaniel mengungkapkan, pencapaian akreditasi RSUD Tiom adalah kado tahun baru terindah bagi masyarakat Kabupaten Lanny Jaya. Dengan diperolehnya akreditasi tersebut, ia pun berharap pelayanan kesehatan di daerah tersebut bisa kian membaik.
“Semoga masing-masing daerah punya hal yang sama. Jangan patah semangat untuk rumah sakit lain yang belum terakreditasi. Kami rumah sakit kecil di terpencil saja mampu terakreditasi. Mudah-mudahan kisah ini bisa memotivasi untuk maju akreditasi,” ucap Nathaniel.
(Renny Sundayani)