Ini Peran Penting Seorang Ibu dan Agen Perdamaian Dunia

Annisa Aprilia, Jurnalis
Senin 04 Desember 2017 22:21 WIB
Ilustrasi (Foto: Medicalnewstoday)
Share :

SETIAP ibu merupakan sekolah pertama bagi anak-anaknya di rumah. Dalam keluarga, anak banyak belajar melalui ibu, dan mengadopsi kebiasaan yang tanpa ibu sadari ditularkan oleh tindak-tanduknya.

Bila ibu bisa mempersiapkan sekolah yang baik bagi anaknya di dalam keluarga, maka ibu telah persiapkan generasi terbaik. Selain itu, ibu juga merupakan pilar utama dalam memberikan pengajaran dan pendidikan bagi anak, dan sudah sepatutnya ibulah yang seharusnya lebih dekat dengan anak-anaknya, bukan orang lain

"Ibu orang pertama yang mengenalkan anak pada kasih sayang, pun ketika dalam situasi ia harus bekerja mencari nafkah, maka anak juga bisa belajar dari situ," ucap Suraiya Kamaruzzaman, dari Universitas Syiah Kuala, Women Development Center, dalam Simposium Nasional Peran Ibu dan Ulama Perempuan sebagai Pencipta dan Penggerak Perdamaian dalam Keluarga dan Masyarakat, di Hotel Shangri La, Jakarta, Senin (4/12/2017).

Lebih lanjut, Suraiya juga memaparkan seorang ibu bahkan berperan besar dalam pembentukan nilai, watak, karakter, dan kepribadian anak-anaknya. Saking pentingnya, ibu pun bisa berperan sebagai penyebar perdamaian, dan mencegah melalui lingkungan keluarga, dan lingkungan sosialnya.

Namun, nyatanya banyak peran dari seorang ibu yang tidak bisa dijalankan. Pasalnya, masih ada faktor lain seperti budaya yang bisa menyebabkan seorang ibu bungkam, dan tidak mampu memenuhi perannya.

"Ada budaya lain dalam keluarga seperti budaya kekerasan, beban ganda, perlakuan diskriminatif, budaya intoleran terhadap keberagaman, dan anak merasa tidak aman dan tidak dicintai bisa memunculkan sikap anak. Untuk itu, kita di sini untuk ciptakan hidup yang lebih positif," imbuhnya.

Hal lainnya yang bisa memengaruhi sikap seorang anak ialah tradisi kearifan lokal. Tradisi ini biasanya diajarkan oleh ibu dari sebuah kebiasaan, melalui buaian-buaian misalnya.

"Contohnya di Aceh, itu ibu-ibu di sana biasa menidurkan anaknya dengan mengayun sambil menyanyikan sebuah syair Dodaidi, yang tanpa disadari liriknya akan tertanam dalam memori jangka panjang anak, yang sudah tidak bisa lagi dilakukan pada zaman sekarang," tambahnya.

Baca Juga:

Lebih lanjut, Suraiya mengatakan isi Hikayat Prang Sabi (The Holy War Epic) yang ditulis oleh Teungku Chik Pante Kuku mampu membakar jiwa semua generasi muda Aceh untuk terlibat dalam perang Aceh pada 1873-1943 melawan kolonialisme Belanda dan penjajahan Jepang pada 1942-1945. Hal tersebut memang bagus pada masanya, tapi jika hikayat digunakan oleh pihak pemberontak maka perang bisa saja terjadi, karena generasi muda telah ditanamkan untuk berani berperang sejak kecil sedari dalam buaian.

"Liriknya harus diubah karena mulai hari ini kita harus menciptakan kedamaian dunia. Sebesar 80 persen kekuatan alam bawah sadar sangat tertanam sejak kecil, sehingga ketika dewasa akan lebih mudah terpengaruh oleh orang lain yang memanfaatkan secara negatif," tambahnya.

Suraiya juga menegaskan pada semua ibu dan perempuan yang hadir dalam kesempatan kala itu, seorang ibu baiknya memperhatikan terlebih dahulu makna dari nyanyian atau syair yang kerap dinyanyikan pada anaknya, sebab ibu harus jadi agen perdamaian pertama di dalam keluarga dan masyarakat.

(Helmi Ade Saputra)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya