Es Teler 77 Lambungkan Bakso Pinggir Jalan ke Mal

ES Teler 77, banyak orang menyukainya. Minuman segar perpaduan alpukat, nangka, serta sirup racikan sendiri ini ternyata sudah ada sejak 29 tahun lalu.

Yenny Setia Widjadja, pemilik Es Teler 77 mengakui jika sebenarnya tidak ada yang spesial dari angka 77 yang terdapat dalam logo perusahaannya. "Sebenarnya tidak ada yang spesial ya. Cuma kebetulan saja itu berdirinya pas tanggal 7 Juli," katanya saat ditemui di kantor pusat Es Teler 77, Tangerang, Rabu (12/10/2011).

Logo perusahaan yang didominasi warna hijau dan kuning diakuinya berasal dari warna buah yang mendominasi es teller, yaitu hijau untuk buah alpukat dan kuning untuk nangka.

Selain es teler, restoran juga menyediakan menu bakso. Mengapa bakso? Restoran ingin mengangkat “derajat” bakso dari pinggir jalan ke mal. Dan seperti halnya es teler, kini bakso juga bisa dinikmati kalangan atas namun dengan harga terjangkau.

"Fokusnya memang masakan Indonesia karena saya yakin masakan Indonesia bisa bersaing dengan masakan luar seperti bakso. Bakso yang kita punya awalnya kan dianggap kampungan, sekarang diangkat ke mal supaya kalangan menengah ke atas juga bisa menikmatinya," jelasnya.

Resep-resep dalam makanan dan minuman yang disajikan di Es Teler 77 diakuinya berasal dari racikan sendiri. Peracik resep masakan rupanya sang ibu, Murniati Widjadja.

"Seperti sirup yang ada di es teler, itu juga racikan sendiri," tambahnya.

Untuk kisaran harga, satu porsi bakso dihargai sekira Rp14 ribu. Dengan harga tersebut, pelanggan sudah bisa memeroleh makanan enak dan sehat. Harga makanan yang ditawarkan di gerai yang ada di luar negeri seperti Singapura juga menurutnya tidak berbeda jauh dengan harga di Indonesia. Satu porsi bakso di Singapura dibanderol 4-5 Dolar Singapura (sekira Rp35 ribu).

"Memang agak mahal, tapi bedanya tidak jauh, lagipula ini kan memang makanan rakyat," tandasnya.

(Fitri Yulianti)