JAKARTA — Wisata spiritual dan budaya di Kediri yakni Petilasan Sri Aji Jayabaya menjadi destinasi yang tak lengkang oleh waktu. Petilasan Sri Aji Jayabaya adalah situs yang merekam kisah klasik Jawa yang nyaris terlupakan.
Sri Aji Jayabaya adalah tokoh spiritual dari Kerajaan Kediri yang terkenal dengan warisan Jangka Jayabaya atau Ramalan Jayabaya. Ia merupakan raja bijaksana yang memerintah pada tahun 1135–1157 M.
1. Jejak Moksa Sang Raja Bijaksana
Petilasan ini diyakini sebagai tempat Prabu Jayabaya mencapai moksa — keadaan di mana jiwa meninggalkan raga tanpa meninggalkan jasad.
Kompleks petilasan memiliki tiga situs utama: Loka Mahkota (tempat meninggalkan mahkota), Loka Busana (tempat melepas pakaian kerajaan), dan Loka Moksa (tempat terakhir menuju kesempurnaan).
2. Sumber Air “Awet Muda” di Sendang Tirto Kamandanu
Daya tarik paling populer adalah Sendang Tirto Kamandanu, kolam alami yang airnya diyakini memberi manfaat bagi siapa pun yang meminumnya atau sekadar mencuci muka.
Air sendang dipercaya membawa kesehatan dan awet muda.
“Kalau cuci muka di sumur itu bisa bikin bersih aura dan awet muda,” ujar Mbah Sempu (77), juru kunci petilasan yang sudah menjaga tempat ini puluhan tahun.
Air sendang mengalir melalui tiga tingkatan sumber, penampungan, dan kolam pemandian — melambangkan kesucian, keseimbangan, dan kemakmuran.
3. Pusat Spiritualitas dan Doa
“Kita sebagai anak-cucu Nusantara tidak boleh lupa pada pahlawan yang sudah berjuang membangun Nusantara, membabat tanah Jawa di masa lalu,” ucap Eko, warga Desa Menang, Kediri.
Setiap hari, Petilasan Jayabaya ramai dikunjungi peziarah dari berbagai latar belakang — untuk mencari ketenangan batin, memanjatkan doa, berharap kesembuhan, hingga mencari jodoh.
Tradisi doa di tempat ini mencerminkan filosofi Jawa: eling lan waspada — selalu ingat dan berhati-hati.
4. Ramalan Jayabaya yang Nyata
Nama Jayabaya lekat dengan Jangka Jayabaya, kumpulan ramalan yang menggambarkan perjalanan Nusantara dari masa penjajahan hingga zaman modern.
Salah satu ramalan terkenal berbunyi:
“Tanah Jawa akan dikuasai oleh bangsa berkulit putih dan berkulit kuning.”
Kalimat ini dianggap menandakan masa penjajahan di Indonesia.
5. Upacara 1 Suro yang Sakral
Tanggal 1 Suro menjadi puncak kegiatan spiritual di petilasan. Ratusan orang datang untuk napak tilas, membawa sesaji, dan berdoa bersama.
Upacara ini menjadi bentuk penghormatan terhadap leluhur sekaligus momen pembersihan diri lahir dan batin.
“Tradisi ini adalah warisan leluhur yang harus dijaga karena mengandung nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap sejarah,” ujar Eko.
6. Arca Syiwa Harihara dan Ganesha sebagai Simbol Harmoni
Di sekitar sendang terdapat arca Syiwa Harihara yang melambangkan perdamaian, serta arca Ganesha sebagai simbol kebijaksanaan.
Keduanya mencerminkan nilai harmoni antara kekuatan spiritual dan intelektual — warisan peradaban Hindu Kediri.
7. Lanskap Alam yang Menenangkan
Perjalanan menuju petilasan disuguhi pemandangan sawah khas Kediri.
Setibanya di lokasi, suasananya tenang dan damai. Banyak pengunjung datang bukan hanya untuk berziarah, tapi juga merenung dan menikmati ketenangan alam pedesaan.
8. Nilai Sejarah yang Diakui Resmi
Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, Mustika Prayitno Adi, menjelaskan bahwa Petilasan Sri Aji Joyoboyo merupakan salah satu peninggalan budaya penting.
“Petilasan tersebut adalah salah satu peninggalan budaya di Kediri yang harus dilestarikan, dan ritual sesaji Sri Aji Joyoboyo sudah terdaftar sebagai kekayaan intelektual komunal di Kementerian Hukum pada tahun 2021,” jelas Mustika.
9. Daya Tarik Mistis dan Harapan yang Hidup
Meski berkesan mistis, banyak orang justru merasa damai di tempat ini.
Peziarah datang dengan niat khusus: mencari petunjuk hidup, memohon kelancaran usaha, hingga berharap dipertemukan dengan jodoh terbaik.
Keyakinan bahwa doa di tempat ini lebih mudah dikabulkan menjadi daya tarik tersendiri.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)