Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mitos atau Fakta? Misteri Moksa Sri Aji Joyoboyo Kediri yang Masih Dipercaya Warga

Khafid Mardiyansyah , Jurnalis-Selasa, 30 September 2025 |02:01 WIB
Mitos atau Fakta? Misteri Moksa Sri Aji Joyoboyo Kediri yang Masih Dipercaya Warga
Makam Jayabaya yang dipercaya Moksa di Kediri (Foto: IMG/Afnan)
A
A
A

KEDIRI - Terkenal sebagai kota industri dan perdagangan, ternyata kabupaten Kediri, Jawa Timur juga menyimpan kisah-kisah legendaris yang mengakar dan diwariskan turun temurun dalam budaya Jawa. Salah satunya adalah Petilasan Pamuksan Sri Aji Joyoboyo, yang dipercaya sebagai tempat moksa Prabu Jayabaya, raja bijaksana Kerajaan Kediri.

Siapa Sri Aji Jayabaya? Namanya mungkin masih asing, tetapi nama Jayabaya lekat dengan Jangka Jayabaya, ramalan terkenal yang diyakini mampu meramalkan berbagai peristiwa besar Nusantara, mulai dari penjajahan bangsa asing hingga datangnya masa kemerdekaan. 

Kebijaksanaannya membuat Jayabaya dihormati tidak hanya sebagai raja, tetapi juga sebagai sosok spiritual. Ramalan Jayabaya, Apa Saja Isinya?

Ramalan Jayabaya beredar dalam berbagai versi, tetapi ada beberapa yang sangat populer dan selalu dikaitkan dengan peristiwa besar dalam sejarah Indonesia:

1. Masa Penjajahan Indonesia

Jayabaya meramalkan bahwa tanah Jawa akan dikuasai oleh “bangsa kulit putih” (sering dihubungkan dengan Belanda) dan “bangsa berkulit kuning” (dihubungkan dengan Jepang).

Masyarakat percaya bahwa ramalan ini terbukti pada masa kolonialisme dan pendudukan Jepang di abad ke-20.

2. Masa Penindasan dan Penderitaan: Perang Besar di Tanah Jawa

Dalam ramalan disebutkan bahwa rakyat Jawa akan mengalami penderitaan panjang di bawah kekuasaan asing. Pada periode itu: tanah dirampas, kerja paksa diberlakukan, kelaparan melanda, dan berbagai perang besar pecah—mulai dari Perang Diponegoro (1825–1830) hingga masa Perang Dunia II ketika Jepang masuk dan kemudian disusul dengan Revolusi Kemerdekaan Indonesia (1945–1949).

Kalimat yang populer adalah:

“Akan datang zaman edan, wong bener kalah karo wong licik, wong cilik nggeragas, wong gedhe nggege mangsa.”

Artinya: “Akan ada masa kacau di mana yang benar kalah oleh yang licik, rakyat kecil menderita, sementara penguasa hidup berlebihan.”

3. Nusantara Akan Merdeka

Banyak orang percaya bahwa ramalan Jayabaya tentang berakhirnya kekuasaan bangsa asing di Nusantara terbukti dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Dengan kata-katanya yang populer adalah:

“Sawijining dina bakal ana ratu sing adil lan welas asih, kang marakake kamulyan.”

Artinya: “Suatu hari akan datang pemimpin adil dan bijaksana yang membawa kemakmuran.”

Petilasan Pamuksan: Jejak Moksa Sang Raja, Kedudukan Mistis dan Budaya

Petilasan Pamuksan Sri Aji Jayabaya – dipercaya sebagai tempat moksa dari Jayabaya. Wafatnya berbeda dari manusia biasa, moksa adalah keadaan di mana raganya lenyap tanpa jasad, dipandang sebagai jalan menuju kesempurnaan.

Di area petilasan terdapat tiga prasasti penting yang dipercaya sebagai jejak moksa Sang Raja, yaitu Loka Mahkota yang merupakan tempat Jayabaya melepas mahkotanya; Loka Busana yang
merupakan tempat ia meninggalkan pakaian kerajaan; dan Loka Moksa yang diyakini sebagai titik terakhir dirinya sebelum lenyap menuju keabadian.

Fakta atau legenda? Hingga kini belum ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa Jayabaya benar-benar moksa. Namun keyakinan masyarakat dan tradisi yang terus hidup di Petilasan Pamuksan Sri Aji Joyoboyo terus mengakar dan menjadi ruang spiritual yang unik. Membiarkan pertanyaan itu menguap di udara, antara sejarah, mitos, dan doa.

“Kalau saya ke sini, rasanya adem. Ada yang beda dari tempat lain,” ujar Sulastri (45), seorang peziarah asal Nganjuk. 

Ia mengaku rutin datang setiap bulan untuk berdoa agar usaha keluarganya selalu diberi kelancaran dan kesehatan.

Tradisi 1 Suro: Antara Mistis dan Spiritualitas

Tanggal 1 Suro memegang kunci penting berjalannya aktivitas di tempat terakhir Sang Raja ini. Ratusan orang dari berbagai kota di Jawa Timur berkumpul untuk berziarah dan melakukan prosesi
napak tilas. Upacara ini diyakini sebagai bentuk penghormatan pada Jayabaya sekaligus ikhtiar untuk membersihkan diri lahir dan batin.

“Kita sebagai anak-cucu Nusantara juga tidak boleh lupa pada pahlawan yang sudah berjuang membangun Nusantara, membabat tanah Jawa di masa lalu,” ucap Eko warga desa Menang, Kediri.

Prosesi ziarah di petilasan sering kali dilakukan dengan berjalan bersimpuh menuju tiga prasasti tempat Sri Aji Jayabaya melakukan moksa. Meski bagi sebagian orang luar terlihat mistis dan tidak biasa, masyarakat setempat memandang tradisi ini sebagai bentuk andhap asor—kerendahan hati dan penghormatan pada leluhur—tanpa memandang agama atau latar belakang.

Banyak cerita dan rahasia yang hidup dan mengakar di masyarakat Kediri. Bagi sebagian orang, kisah ini hanyalah legenda. Namun bagi masyarakat Kediri, moksa Jayabaya adalah warisan nilai
tentang kebijaksanaan, keabadian, dan penghormatan terhadap leluhur.

Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Kediri, Mustika Prayitno Adi menjelaskan bahwa obyek Petilasan Sri Aji Joyoboyo adalah salah satu peninggalan budaya di Kediri yang harus dilestarikan. 

“Petilasan tersebut adalah salah satu peninggalan budaya di Kediri yang harus dilestarikan dan ritual sesaji Sri Aji Joyoboyo itu sudah terdaftar sebagai kekayaan intelektual
komunal di Kementrian Hukum pada tahun 2021,” jelas Mustika.
 

(Khafid Mardiyansyah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement