JAKARTA - Risiko anak menonton video pendek, saat ini menjadi perhatian serius bagi para orangtua. Seperti yang kita ketahui bahwa dunia teknologi semakin berkembang dengan cepat, sehingga banyak dari orangtua yang merasa kewalahan hingga lalai mengawasi anak-anaknya dari paparan konten digital yang tidak sesuai dengan umurnya.
Teknologi memang dapat menjadi tempat anak-anak untuk berkembang, karena dengan dunia digital, mereka lebih bisa mengakses berbagai jenis pembelajaran yang mereka minati, sehingga dapat mendorong anak-anak untuk berpikir kreatif dan eksploratif.
Di balik itu semua, jika anak dibiarkan mengakses digital tanpa pengawasan yang ketat orangtua dapat berdampak negatif. Salah satunya, kebiasaan menonton video pendek secara berlebihan.
Video pendek dirancang dengan visual yang menarik, alurnya yang cepat dan sensai kepuasaan yang lebih instan di otak, makanya tak heran anak-anak sering kali menyukai video-video yang berdurasi pendek.
Beberapa ahli dan studi sudah mengkonfirmasi bahwa ketika anak sudah terbiasa menonton video-video pendek, dapat mempengaruhi konsentrasi, emosi, hingga kebiasaan sosial anak.
Berikut risiko anak menonton video pendek:
Terlalu sering menonton video-video pendek dapat menyebabkan anak terkena Brain Rot, gangguan ini merupakan menurunnya kemampuan untuk berpikir kreatif dan kritis. Gangguan tersebut sering kali diperingati oleh para ahli kepada para orangtua yang sudah mengizinkan anaknya terpapar teknologi digital.
Sebaiknya anak dibawah umur dua tahun tidak disarankan untuk mengenal gadget, hal ini dapat menimbulkan speech delay. Ketika anak lebih berteman dengan gadget dibanding orangtua dan lingkungan sekitar, maka besar kemungkinan komunikasi mereka akan berkurang,karena perangkat digital hanya bersifat satu arah dan tidak ada timbal balik.
Anak yang sering menonton video pendek cenderung imajinasinya kurang, konsentrasinya menurun, sulit untuk berpikir kritis dan kreatif. Hal ini disebabkan karena mereka terbiasa menonton konten-konten secara instan dan cepat, sehingga otak mereka tidak terbiasa untuk melakukan suatu aktivitas yang membutuhkan konsentrasi lebih.
Konten pendek yang tidak sesuai dengan umur anak-anak dapat mempengaruhi emosi dan perilaku mereka. Misalnya, si kecil lebih mudah tersinggung, tidak sabaran, karena meniru perilaku negatif yang mereka tonton tanpa memahami dampaknya.
Video pendek memang dirancang untuk menarik perhatian dengan algoritma yang membuat pengguna ingin menonton lebih banyak. Hal ini lah yang bisa membuat anak menjadi kecanduan terhadap konten-konten pendek di platform digital. Anak yang mengalami kecanduan biasanya ditandai dengan sulit berhenti menonton, marah jika dilarang, dan kehilangan minat terhadap kegiatan lain.
Demikian risiko anak menonton video pendek. Dengan memahami risiko-risikonya para orangtua diharapkan bisa lebih bijak dalam mengawasi anak-anaknya agar tidak terpapar video-video pendek.
(Kemas Irawan Nurrachman)