APAKAH benar bahwa kulit putih menjadi standar kecantikan di Indonesia? Standar kulit putih ini membuat maraknya iklan produk pemutih kulit di media sosial.
Namun pernyataan kulit putih jadi standar kecantikan itu dibantah oleh Dokter Kecantikan, dr. Ika. Melalui akun TikToknya, @dokter_ika mengkritik keras terhadap standar kecantikan di Indonesia yang masih mengagungkan kulit putih.
Dalam salah satu videonya yang viral, dr. Ika mempertanyakan narasi sosial yang telah mengakar bahwa kulit putih adalah satu-satunya tolok ukur kecantikan dan kesuksesan. Ia menyoroti bagaimana anggapan ini merugikan banyak orang, terutama perempuan Indonesia dengan warna kulit sawo matang atau gelap.
“Terus yang nggak putih gimana? Yang nggak putih nggak boleh sukses? Nggak boleh dapat jodoh? Nggak boleh kerja di tempat yang baik? Nggak, sayangku. Jangan termakan dengan standar putih-putih itu,” ujar dr. Ika dalam videonya.
Dr. Ika juga menyampaikan kritik terhadap industri kecantikan yang terus-menerus memasarkan produk dengan embel-embel “memutihkan kulit”, bahkan menawarkan kulit putih permanen, yang menurutnya menyesatkan dan tidak realistis.
“Marketing yang ngomongin putih-putih, putih permanen, produk pemutih, please, tinggalkan. Jangan dipercaya. Kulit kamu adalah identitasmu,” tegasnya.
Pesan utama dari dr. Ika adalah bahwa warna kulit bukanlah penentu kualitas seseorang. Menurutnya, siapa pun bisa sukses, bermanfaat bagi bangsa, dan memiliki masa depan cerah tanpa harus memiliki kulit putih.
“Kamu bisa berjaya di dunia ini karena dirimu, bukan karena warna kulitmu,” katanya mengakhiri pernyataannya.
Standar kecantikan yang diskriminatif sering kali menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan mental, seperti rendah diri, depresi, dan gangguan citra tubuh. Dengan semakin banyaknya tenaga medis dan edukator seperti dr. Ika yang menyuarakan pentingnya mencintai diri sendiri, diharapkan masyarakat mulai lebih kritis terhadap pesan-pesan industri kecantikan.
Pernyataan dari dr. Ika menjadi angin segar di tengah budaya visual yang sering kali menstandarkan kecantikan berdasarkan warna kulit. Ia mengajak masyarakat, terutama perempuan Indonesia, untuk berdamai dengan warna kulit alami mereka dan tidak terjebak dalam ilusi kecantikan yang sempit.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)