JAKARTA - Baru-baru ini heboh rumah milik aktor senior Atalarik Syach dibongkar oleh pihak pengadilan, tepatnya pada Kamis, 15 Mei 2025 lalu.
Pembongkaran ini bukan tanpa sebab. Pasalnya, bangunan yang telah lama dihuni Atalarik dan keluarganya ternyata berdiri di atas tanah yang menjadi obyek sengketa selama bertahun-tahun.
Berikut adalah beberapa daftar fakta mengenai latar belakang kasus dan kronologi kejadian, dirangkum Okezone dari berbagai sumber, Sabtu (17/5/2025).
Sengketa ini bermula dari klaim kepemilikan atas sebagian lahan yang ditempati rumah Atalarik. Tanah seluas sekira 7.800 meter persegi itu telah ditempati oleh Atalarik selama lebih dari dua dekade.
Ia membeli lahan tersebut pada tahun 2000 dari pengembang bernama PT Sabta Gemilang Indah. Namun, status kepemilikan atas lahan tersebut ternyata tidak sepenuhnya aman secara hukum.
Sebagian tanah sudah bersertifikat atas nama Atalarik, namun sebagian lainnya hanya berbasis Akta Jual Beli (AJB), dokumen legal yang sering menjadi celah dalam sengketa agraria.
Pada tahun 2015, seorang warga bernama Dede Tasno menggugat Atalarik, mengklaim bahwa sebagian tanah tersebut adalah miliknya yang diperoleh secara sah dan legal.
Pada awal tahun 2000, Atalarik Syach membeli lahan di kawasan Cibinong dari sebuah perusahaan properti. Tanah itu kemudian ia bangun menjadi tempat tinggal bersama keluarganya. Ia mengaku telah mengurus legalitas tanah tersebut, meski sebagian dokumennya masih berupa AJB.
Konflik dimulai ketika Dede Tasno menggugat Atalarik ke Pengadilan Negeri (PN) Cibinong. Ia menyatakan bahwa tanah tersebut miliknya dan menuduh dokumen AJB yang dimiliki Atalarik tidak sah.
Dalam gugatannya, Dede menyertakan bukti kepemilikan yang dianggap lebih kuat secara hukum.
Gugatan dari Dede Tasno diproses oleh PN Cibinong selama beberapa tahun. Pada 2021, pengadilan mengabulkan gugatan Dede, menyatakan bahwa sebagian tanah yang ditempati rumah Atalarik sah dimiliki oleh penggugat.
Total luas tanah mencapai 7.800 meter persegi. Dari total tersebut, sekitar 5.880 meter persegi dinyatakan oleh pengadilan sebagai milik sah Dede Tasno. Namun, Atalarik tidak tinggal diam. Ia mengajukan gugatan balik dan mencoba menempuh jalur mediasi.
Selama dua tahun, berbagai upaya damai dilakukan oleh kedua pihak namun tidak membuahkan hasil. Mediasi yang difasilitasi pengadilan tidak berhasil mencapai kata sepakat.
Sementara itu, keputusan PN Cibinong yang memenangkan Dede tetap dianggap sah dan berkekuatan hukum tetap.
Atalarik mengklaim memiliki bukti kepemilikan berupa AJB yang sah secara administratif. Namun pengadilan menilai AJB yang dimiliki tidak kuat secara hukum karena tidak memiliki sertifikat resmi.
Puncak dari konflik ini terjadi saat rumah Atalarik Syach dibongkar oleh aparat gabungan dari PN Cibinong dan Satpol PP Kabupaten Bogor. Eksekusi dilakukan tanpa kehadiran Atalarik di lokasi.
Menurut kuasa hukum Dede Tasno, pembongkaran ini adalah bentuk pelaksanaan keputusan pengadilan yang sudah inkrah. Dalam pernyataannya kepada media, Atalarik menyebut bahwa dirinya tidak menerima surat pemberitahuan terkait eksekusi pembongkaran.
Ia merasa hak-haknya diabaikan dan menyebut proses pembongkaran tidak manusiawi.
(Kemas Irawan Nurrachman)