MENGENAL apa itu All Eyes on Papua yang viral di medsos. Tagar tersebut Beberapa warganet memberikan tagar itu dengan dituliskan sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat adat Papua.
Lahan ini masih terus memperjuangkan haknya terhadap tanah mereka yang ingin dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Lantas apa itu All Eyes on Papua yang viral di medsos? Ternyata tagar tersebut dituliskan sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat adat Papua.

Sehingga tagar itu mengenalkan apa itu All Eyes on Papua yang viral di medsos kepada seluruh dunia. Apalagi, poster bertuliskan All Eyes on Papua ramai dibagikan melalui fitur 'add yours' di Instagram.
Fitur ini pun memungkinkan orang lain untuk ikut mengunggah foto yang sama sehingga poster ini seolah menjadi pesan berantai untuk terus menyebarkan dukungan kepada masyarakat adat Papua.
Bukan hanya membagikan poster, terdapat pernyataan mengenai peristiwa yang saat ini tengah menjadi polemik di Papua sehingga masyarakat tanah air perlu menyuarakan dukungan untuk masyarakat adat Papua yang tengah memperjuangkan haknya.
"Just in case buat yang belum tau, jadi hutan di Papua tepatnya di Boven Digul Papua yang luasnya 36 ribu hektar atau lebih dari separuh luas Jakarta, akan dibabat habis dan dibangun perkebunan sawit."
Sebagai informasi, hutan adat yang selama ini menjadi sumber penghidupan suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan suku Moi di Sorong, Papua Barat, terancam hilang akibat pembukaan lahan perkebunan sawit di Bumi Cenderawasih.
Berdasarkan keterangan resmi dari Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua yang dipublikasikan di laman resmi Greenpeace Indonesia, masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi sama-sama tengah terlibat gugatan hukum melawan pemerintah daerah dan perusahaan sawit demi mempertahankan hutan adat mereka. Gugatan keduanya kini sampai tahap kasasi di Mahkamah Agung.
Pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu, Hendrikus Woro, menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT IAL. PT IAL mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare, atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta Jakarta, dan berada di hutan adat marga Woro–bagian dari suku Awyu.
Namun gugatan Hendrikus kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua ditolak. Kini, kasasi di Mahkamah Agung adalah harapannya yang tersisa untuk mempertahankan hutan adat yang telah menjadi warisan leluhurnya dan menghidupi marga Woro turun-temurun.
(Rina Anggraeni)