DESA Legetang akan menjadi kisah pilu yang terwaris secara turun temurun terutama bagi masyarakat Dieng, Jawa Tengah dan sekitarnya. Ya, desa yang dihuni ratusan warga itu lenyap hanya dalam waktu semalam. Kok bisa?
Dikisahkan bahwa Desa Legetang telah hilang sekitar 68 tahun silam bersamaan dengan warganya.
Dusun ini diketahui berada di kawasan Desa Pekasiran, sebuah desa di pegunungan Dieng, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.
Penduduk desa ini cukup makmur dan mayoritas para petani cukup sukses dengan menanam sayuran, kentang, wortel, kubis, dan lainnya.
Namun, bencana besar pun datang. Dusun Legetang rata dengan tanah lantaran tertimbun material longsor bersama sekitar 450 jiwa warganya. Longsoran tersebut menurut informasi berasal dari Gunung Pengamun-amun pada 17 April 1955.
(Foto: Instagram@infoseputarbanjarnegara)
Berdasarkan informasi tokoh masyarakat Desa Pekasiran, tragedi hilangnya Dusun Legetang terjadi pada malam hari saat hujan turun.
Longsoran tanah itu tiba-tiba saja meratakan permukiman warga yang sedang tertidur lelap. Oleh karenanya letaknya hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari pusat Desa Pekasiran, suara gemuruh longsor terdengar sangat jelas. Meski terdengar sangat jelas, warga Pekasiran tidak ada yang berani mendekat.
Sebab, tanah di Pegunungan Pengamun-amun kala itu masih bergerak bisa dikatakan mirip likuifaksi yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah beberapa tahun silam.
Kemudian di pagi hari saat warga hendak pergi ke ladang atau merumput, tahu jika desa Legetang sudah rata dengan tanah.
Warga yang mengetahuinya sontak menangis meratapi sanak saudara yang tinggal di Desa Legetang. Bahkan, diketahui tinggi material tanah yang menimbun desa itu mencapai lebih dari 2 meter.
Sejak saat itu, jasad warga Legetang masih terkubur bersama tempat tinggalnya. Pasalnya, keterbatasan alat yang ada membuat upaya pencarian korban dilakukan di titik yang diduga sebagai lokasi rumah petinggi Desa Legetang.
Hingga kini, dusun yang tinggal nama itu hanya dikenang dengan tugu beton setinggi 10 meter. Tugu tersebut berdiri di tengah ladang kentang milik warga sebagai penanda adanya bencana luar biasa yang terjadi di masa lalu.
Di tugu tersebut tidak ada tulisan khusus yang menceritakan peristiwa tragis semalam itu. Hanya ada pahatan marmer berisi daftar bencana di pegunungan Dieng berikut jumlah korbannya.
Untuk lokasi tepatnya, tugu tersebut berada di Desa Kepakisan, sebelah timur Desa Pekasiran, atau pertigaan menuju ke objek wisata kawah Sileri.
(Rizka Diputra)