TIDUR merupakan salah satu kegiatan yang tidak boleh dilewatkan oleh manusia. Setiap orang dewasa, memang membutuhkan tidur minimal 7 jam sehari agar tubuh beroperasi secara maksimal.
Dengan tidur yang baik, maka akan berpengaruh juga pada kesehatan fisik dan pikiran. Selain kuantitas, kualitas juga menadi salah satu yang penting dibahas. Tapi yang jadi masalah adalah tidak semua orang tahu bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas tidur.
Penelitian terbaru mengungkap bahwa mengatur suhu kamar dengan benar rupanya juga dapat meningkatkan kualitas tidur. Dikatakan, kisaran suhu optimal untuk tidur paling nyenyak bagi orang dewasa lanjut usia adalah antara 20-25 °C.
Sebagaimana dihimpun dari Live Science, kualitas tidur akan menurun ketika suhu naik dari 25 °C menjadi 30 °C. Efisiensi tidur peserta penelitian dan durasi waktu tidur akan menurun hingga mencapai 10 persen.
Tidak berhenti di situ, penurunan efisiensi tidur sebesar 10 persen juga cukup untuk mengganggu kinerja otak, meningkatkan stres, kecemasan dan kelelahan, serta mempengaruhi pengendalian kadar gula darah tubuh keesokan harinya.
“Saat kita bergulat dengan dampak perubahan iklim yang lebih luas, kita tidak boleh mengabaikan potensi dampaknya terhadap hal mendasar seperti tidur,” kata Amir Baniassadi, seorang insinyur dan peneliti kesehatan di Harvard Medical School, yang memimpin penelitian tersebut.
Meskipun suhu antara 20 dan 25 °C mendorong tidur yang paling nyenyak, penelitian ini menemukan perbedaan besar antar manusia, yang berarti bahwa setiap orang memiliki kisaran suhu optimal untuk tidur, yang bahkan dapat berubah seiring waktu.
Amir menyarankan untuk melakukan sedikit penyesuaian pada lingkungan tidur masing-masing untuk mengoptimalkan tidur, seperti meningkatkan aliran udara, memilih pakaian tidur yang ringan, atau meningkatkan kenyamanan termal bangunan.
“Studi kami menggarisbawahi potensi dampak perubahan iklim terhadap kualitas tidur pada orang lanjut usia,” ujar Amir dan rekan-rekannya menulis dalam makalah mereka, “terutama mereka yang memiliki status sosial ekonomi rendah," lanjutnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)