BERIKUT ini adalah asal nama Kota Barus, yakni pintu gerbang dakwah Islam pertama di Indonesia.
Barus merupakan sebuah kota tua yang terletak di pesisir Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, di mana menjadi awal mula keberadaan Islam pada abad ke 7 Masehi.
Barus menjadi gerbang dakwah Islam alias pintu masuknya Islam pertama di Indonesia, jauh lebih tua dari sejarah Wali Songo, penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke-14.
Banyak literatur sejarah yang menyebutkan bahwa agama Islam di Indonesia pertama kali hadir di Barus. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan makam tua di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, pada abad ke-7.
(Foto: YouTube/@Sean Design)
Di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi atau 48 Hijriah, menguatkan adanya komunitas muslim pada masa itu.
Barus berjarak 290 kilometer dari Kota Medan, ibu kota Sumatera Utara. Jika ditempuh melalui jalur darat memakan waktu sekitar 7 jam perjalanan. Dari Kota Sibolga, butuh waktu perjalanan darat sekitar 2 jam saja.
Barus merupakan tempat bersejarah dan saat ini menjadi salah satu tujuan wisata religi di Sumatera Utara.
(Foto: Wikipedia)
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum mengenal Barus karena minimnya informasi mengenai kota tua tersebut. Termasuk asal mula namanya.
Nama Barus muncul dalam sejarah perabadan Melayu lewat Hamzah Fansyuri, penyair sufi terkenal. Barus juga dikenal dengan nama Pancur, kemudian diubah ke dalam bahasa Arab menjadi Fansur.
Seorang arkeolog Prancis, Claude Guillot dibantu beberapa penulis lainnya melalui buku 'Barus Seribu Tahun yang Lalu' menyebutkan, Barus termasuk dalam golongan kota-kota kuno yang terkenal di seluruh Asia sejak abad ke-6 Masehi.
Bab terakhir pada buku itu menyebutkan, ada sebuah tempat di perbukitan Barus yang oleh masyarakat setempat perlu mendapatkan perhatian khusus. Makam terpencil yang ditandai dengan dua batu nisan vertikal ini dipercaya sebagai makam seorang wali.
Yang dimaksud adalah makam 'Papan Tinggi' yang memang berada di atas bukit setinggi 215 meter di atas permukaan laut.
(Foto: YouTube/@Sean Design)
Untuk menuju makam itu harus melewati 730 anak tangga. Konon di makam ini, ada sebuah guci yang airnya terus ada meskipun musim kemarau. Namun belakangan guci itu pecah karena tidak terawat.
Pada tahun 1995 di Desa Lobu Tua, daerah sekitar Barus terdapat sebuah spanduk bertuliskan 'Dirgahayu ke-50 negaraku dan Dirgahayu ke-5.000 desaku'.
Saat itu, Kepala Desa Lobu Tua menjelaskan bahwa ulang tahun desa ini didasari perkiraan seorang ahli sejarah dari daerah ini.
(Foto: YouTube/@Sean Design)
Sedangkan pandangan lain menyebutkan bahwa Barus adalah pelabuhan tertua di Indonesia. Dalam karya geografis Ptolemaeus tercatat lima pulau yang dinamakan 'Barousai', nama yang dikaitkan dengan Barus oleh para ahli sejarah.
Sejak abad ke-6 Masehi, kamper sudah dikenal di berbagai kawasan mulai dari negeri Tiongkok hingga ke kawasan Laut Tengah. Nama Barus sudah lama muncul apabila diterima pendapat bahwa 'Barousai' adalah Barus.
Kemudian nama ini tercatat dalah sejarah Dinasti Liang, Raja Tiongkok Selatan yang memerintah pada abad ke-6. Setelah itu Barus selalu disebut-sebut sampai sekarang dan kerap dihubungkan dengan kamper.
Pada abad ke-7, Barus kian tersohor hingga ke Eropa dan Timur Tengah karena menghasilkan kapur barus dan rempah-rempah.
Masuknya Islam ke Nusantara diyakini melalui jalur perdagangan Barus ini. Jalur perdagangan ini dikenal sebagai jalur rempah karena para pedagang memiliki misi mencari rempah-rempah.
Claude Guillot memaparkan bukti-bukti bahwa sejak abad ke 6 Masehi Barus sudah menjadi kawasan perdagangan yang ramai.
Pada akhir abad ke 7 yang juga merupakan abad pertama Hijriah, pedagang-pedagang Arab mulai menjejakkan kakinya di pelabuhan Barus.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri mengakui bahwa Barus merupakan kota Islam pertama dan tertua di Indonesia. Pada 24 Maret 2017 lalu bertepatan hari Jumat, Pemerintah RI meresmikan tugu titik nol pusat peradaban Islam Nusantara di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
(Rizka Diputra)