BARU-baru ini sempat beredar ramai di linimasa Twitter, perihal iklan tentang layanan surat sakit online terpajang di moda transportasi umum. Dikatakan di iklan tersebut, surat sakit bisa didapat cukup 15 menit lewat pemeriksaan telemedicine.
Ramainya soal kemudahan mendapatkan surat sakit secara online, hanya dengan sentuhan jari di layar ponsel ini pun akhirnya sampai ke telinga Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI, Dr.dr. Beni Satria, MH(Kes), mengatakan dengan tegas jika terbukti ada pelanggaran dalam pengeluaran surat sakit online, maka oknum dokter dan pasien bisa dijerat hukuman penjara.
Apabila dilakukan secara online tanpa melalui rangkaian pemeriksaan , sebagaimana disebut dalam pasal 35 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, kata dr Beni, maka surat sakit online tersebut ilegal atau tidak berlaku.
"Dan jika dipergunakan lalu merugikan pihak tertentu, oknum dokter dan pasien bisa diancam 4 tahun penjara dan juga melanggar kode etik kedokteran," ujar dr Beni dalam keterangan resminya dalam acara daring, Selasa (27/12/2022).
Tak tanggung-tanggung, dr. Beni menerangkan ganjaran atas pelanggaran kode etik kedokteran tersebut adalah dicabutnya izin praktik dan STR (surat tanda registrasi)
"Hukuman melanggar kode etik kedokteran adalah, pencabutan surat izin praktik (SIP) dan surat tanpa registrasi (STR) oknum dokter tersebut,” tegasnya.
Dari keterangan lebih lanjut soal rangkaian pemeriksaan dokter dari dr. Beni, pemeriksaan yang yang seharusnya dijalani ke pasien adalah seorang dokter bukan hanya mendengar keluhan, lalu memberikan diagnosis, dan meresepkan obat. Namun tetap diperlukan juga pemeriksaan fisik secara langsung dan komponen lainnya.
Secara detail, berikut rangkaian pemeriksaan kedokteran:
1. Konsultasi dua arah: Dokter harus mewawancarai pasien, mempertanyakan apa saja gejala yang dirasa, sudah berapa lama gejala berlangsung, dan beberapa pertanyaan keluhan lainnya.
2. Periksa fisik: Setelah itu, dokter harus memeriksa fisik dan mental pasien. Pada step ini dokter akan memeriksa fisik secara menyeluruh pasien secara langsung, dan inilah rangkaian pemeriksaan yang tidak bisa diakomodir oleh telemedicine.
3. Pemeriksaan penunjang: Berikutnya dokter menentukan pemeriksaan penunjang tergantung gejala yang dilaporkan, contohnya meminta pasien cek laboratorium atau bisa saja diminta pemeriksaan rontgen atau CT Scan.
(Foto: tangkapan layar daring)
4. Penegakan: Tegakkan diagnosis, di sini dokter akan menegakkan diagnosis penyakit pasien.
5. Penentuan jenis rawat: Dokter akan menentukan pasien akan rawat jalan atau rawat inap. Salah satu penentunya adalah berat-ringannya kondisi kesakitan pasien.
6. Resep obat: Dokter meresepkan obat untuk pasien dan dokter wajib menjelaskan obat-obatan apa saja yang akan dikonsumsi pasien, termasuk aturan pakai dan efek samping yang mungkin terjadi dari konsumsi obat-obatan tersebut.
7.Surat sakit: Setelah rangkaian pemeriksaan di atas dilakukan, di sini baru akan dikeluarkan surat keterangan dokter, yang menyatakan sakit atau sehat.
"Semua rangkaian pemeriksaan itu harus diikuti oleh dokter secara berurutan sebelum akhirnya mengeluarkan surat keterangan sakit. Hati-hati, jika ada bagian yang terbukti dilanggar, maka oknum dokter tersebut melanggar kode etik kedokteran dan ancamannya jelas yaitu pencabutan SIP dan STR," tandas dr. Beni
BACA JUGA:Presiden Xi Jinping Tanggapi Kondisi Covid-19 di China yang Menggila
BACA JUGA:Penasihat WHO: Potensi Gelombang Baru Covid-19 di China, Bisa Jadi Kartu Liar Status Pandemi
(Rizky Pradita Ananda)