Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ini Alasan Banyak Orang Tionghoa Tinggal di Singkawang, Kota Seribu Kelenteng

Sri Latifah Nasution , Jurnalis-Sabtu, 26 November 2022 |04:50 WIB
Ini Alasan Banyak Orang Tionghoa Tinggal di Singkawang, Kota Seribu Kelenteng
Cap Go Meh di Kota Singkawang (Okezone)
A
A
A

KOTA Singkawang di Kalimantan Barat sangat terkenal sebagai Chinatown atau kawasanan pecinan kebanggaan Indonesia. Nuansa Tiongkok begitu terasa. Penduduk Singkawang banyak dari warga keturunan Tionghoa. Mereka sudah ada sejak ratusan tahun silam di Kota Seribu Kelenteng ini.

Warga Tionghoa hidup rukun dan saling berbaur dengan etnis Melayu, Dayak, Jawa dan orang dari suku lain yang datang ke Singkawang. Saling menghormati dan membangun Singkawang dalam bingkai NKRI.

Singkawang berasal dari bahasa Hakka, “San Kew Jong” yang artinya kota yang terletak di antara laut, muara, gunung dan sungai.

Asal penamaan tersebut bukan tanpa alasan. Banyak orang Tionghoa yang datang dan tinggal di sana. Bahkan, saking banyaknya, Singkawang mendapat berbagai julukan seperti Kota Amoi, Kota Seribu Kelenteng, hingga Hongkong Van Borneo.

Orang Tionghoa yang datang ke Borneo Barat sebagian besar berasal dari Hakka, Teochiu, dan sekelompok kecil Kanton dan Hokkien.

Awalnya para penambang dan pedagang yang berasal dari China, sering beristirahat di Singkawang sebelum melanjutkan perjalanan ke Monterado. Begitu pun para penambang asal Monterado yang sudah sering melepas penat di Singkawang. Bahkan, Singkawang saat itu menjadi tempat transit pengangkutan hasil tambang emas (serbuk emas).

Melihat kondisi geografis Singkawang yang menjanjikan, para penambang tersebut memutuskan untuk tinggal di sana, dan beralih profesi menjadi petani dan pedagang.

Di daerah asalnya, orang Hakka sering melakukan aktivitas pertambangan dan perladangan yang berpindah, karena lahan yang kurang subur. Karena kebiasaan tersebut mereka dijuluki “Kejia/hakka” yang berarti tamu.

Kondisi Singkawang yang memiliki daerah pesisir dan pedalaman dinilai mirip dengan daerah asal mereka, yaitu pedalaman Guangdong dan Leong Yen.

Mereka menggunakan armada perahu Jung atau Wakang Cun (Jok atau Wangkang), yang mirip dengan yang mereka gunakan saat human growth hormone dose ke Pulau Jawa.

Sejarah awal kedatangan orang Tionghoa ke wilayah Borneo memang susah digambarkan dengan jelas. Sekitar tahun 1940, ketika 20 orang Tionghoa datang dari Brunei atas perintah panembahan Mempawah melihat potensi emas di daerah Sungai Duri.

Kemudian, tahun 1760 hal serupa juga dialami oleh orang Tionghoa dari Sultan Sambas, Umar Aqamaddin. Setelahnya, kedatangan orang Tionghoa ke Singkawang semakin meningkat. Mereka mulai tinggal di daerah-daerah pertambangan di pesisir pantai Borneo.

Dengan etnisnya yang berbeda, Singkawang tentu memiliki banyak keberagaman. Meski begitu, tingkat toleransi di sana cukup tinggi, dibuktikan dengan penghargaan sebagai Kota Toleran, tahun 2020 lalu.

Ilustrasi

Berbagai tradisi khas Tionghoa pun diselenggarakan di sana, seperti Cap Go Meh, Imlek, Ceng Beng, dan Pawai Tatung.

Pawai Tatung merupakan perpaduan budaya Tionghoa dan Dayak, yang diselenggarakan saat perayaan Cap Go Meh, dan menjadi pawai terbesar di dunia.

(Salman Mardira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita women lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement