WEDANG ronde menjadi santapan terbuat dari bola-bola tepung ketan, disiram dengan air jahe hangat yang umumnya dinikmati saat cuaca sedang dingin. Tapi tahukah Anda jika wedang ronde ada kaitannya dengan salah satu festival bangsa China, Festival Dongzhi?
Dihimpun Okezone dari berbagai sumber, Festival Dongzhi merupakan bagian perayaan paling penting yang dirayakan masyarakat Tionghoa dan bangsa Asia Timur lainnya pada saat panjang hari paling pendek dalam setahun atau sekitar tanggal 22 Desember.
Namun biasanya, Dongzhi jatuh pada tanggal 21 bila tahun tersebut berada di bawah pengaruh shio Tikus, Naga, dan Monyet. Nah, di Indonesia festival ini disebut dengan Hari Wedang Ronde.

Adanya Festival Dongzhi ini sudah ada sejak masa Dinasti Zhou. Saat itu orang-orang saling memberi selamat, karena telah berhasil melewati musim dingin yang paling dingin dan sinar matahari menguat kembali.
Kemudian asal mula festival ini dapat ditelusuri dari filosofi Yin dan Yang, keseimbangan dan keharmonisan kosmos.
Setelah titik balik matahari, panjang hari akan semakin memanjang sehingga semakin banyak energi positif yang mengalir masuk. Filosofi ini disimbolkan oleh fù (復, "Kembali") dalam Ba Gua I-Ching.
Saat festival berlangsung, seluruh anggota keluarga berkumpul bersama. Biasanya, terutama oleh masyarakat China yang tinggal di bagian selatan dan di seberang laut, mereka makan tangyuan atau sejenis kue berbentuk bola yang terbuat dari tepung ketan, terkadang diberi pewarna merah.
Setiap anggota keluarga setidaknya menerima satu butir Tangyuan berukuran besar, dan beberapa berukuran kecil. Disajikan bersama kuah manis yang terkadang dicampur arak atau bunga jiuniang.
Kemudian menurut tradisi kuno, orang-orang dari marga atau suku yang sama akan berkumpul pada kuil leluhur mereka masing-masing untuk bersembahyang. Selanjutnya akan diadakan perjamuan makan yang besar setelah upacara sembahyang selesai.
Makanan yang dimakan selama festival juga menjadi pengingat bahwa saat itu tahun sudah tua dan diharapkan akan lebih baik pada tahun yang baru.
Sementara itu masyarakat China di Indonesia, biasa menyajikan wedang ronde pada hari perayaan Dongzhi. Selesai sembahyang, keluarga akan membakar kertas sembahyang dan menyulut petasan. Selanjutnya tempat-tempat yang dianggap dihuni roh pelindung ditempeli satu atau dua butir ronde (pintu utama, daun jendela, pembaringan, sumur, lemari, meja dan kursi) sambil berdoa supaya anak-cucu dilimpahi berkah dan perlindungan. (nia)
(Rizka Diputra)