Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi menjadi salah satu masalah kesehatan yang banyak dialami penduduk global. Badan Kesehatan Dunia (WHO) saja mencatat ada 1,13 miliar orang di dunia mengalami hipertensi.
Sayangnya, belum banyak pasien hipertensi yang mengontrol kondisi kesehatannya tersebut. Alhasil, peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, dan ginjal pun meningkat. Hipertensi sendiri merupakan penyebab utama kematian prematur di dunia.
Bagi pasien hipertensi, selain mengonsumsi secara rutin obat yang diresepkan dokter pribadinya, manajemen hidup sehat wajib mereka jalankan. Dua hal ini seperti tak bisa dipisahkan dan akan selalu berkaitan erat.

Namun, seiring berjalannya waktu, dosis obat pasien hipertensi bisa saja terus naik karena tidak dapat mengimbangi pola hidup sehat yang harus mereka jalankan. Alhasil, obat-obatan yang diminum dosisnya naik.
Efek buruknya, si pasien bisa mengalami yang namanya hipertensi resisten atau dosis obat tidak mempan lagi mengontrol tekanan darah tingginya. Kalau sudah begini, apa yang bisa dilakukan?
Baca Juga : Alami Hipertensi, Ini Tips Diet yang Bisa Anda Jalani
Baca Juga : Waspada, Ini Gejala Hipertensi yang Sering Tidak Disadari
Diterangkan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Heartology Cardiovascular Center dr Faris Basalamah, SpJP(K), FIHA FAPSIC FAsCC, salah satu terapi yang ditawarkan untuk pasien hipertensi resisten atau hipertensi bandel adalah Renal Denervation. Tetapi Renal Denervation sendiri adalah metode invasif non-bedah terbaru untuk hipertensi yang sudah resisten.
"Terapi ini disebut juga dengan denervasi ginjal berbasis kateter yang menggunakan probe atau semacam kawat yang dimasukkan lewat arteri femoralis (arteri besarpada paha) yang nantinya dapat mengeluarkan 'tembakan' gelombang radio intens untuk menghancurkan saraf-saraf di sekitar ginjal yang bertingkah terlalu aktif pada pasien hipertensi, terutama yang sudah tidak mempan dengan beberapa obat penurunan tekanan darah," papar dr Faris dalan webinar kesehatan, Kamis (8/4/2021).
Terapi ini, sambungnya, dapat membantu pasien hipertensi yang memiliki efek samping dengan obat konvensional dan pasien yang kesulitan mengonsumsi obat hipertensi secara patuh dalam jangka waktu yang panjang.
"Kami biasanya rekomendasikan terapi ini pada pasien hipertensi dengan tensi 150 mmHg atau dengan tensi 140 mmHg pada pemeriksaan 24 jam dan mereka sudah mengonsumsi 3 obat namun tidak menunjukkan penurunan yang konstan," katanya.