SAMPAI saat ini, masyarakat Indonesia masih banyak yang memilih berobat ke luar negeri. Padahal, kemampuan dokter di tanah air tidak kalah dengan dokter di luar negeri.
Menteri Kesehatan periode 2014-2019 Nila F. Moeloek menyatakan, salah satu penyebabnya adalah kurangnya kemampuan komunikasi dalam melayani pasien-pasiennya. Sinyalemen serupa juga ditemukan di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa 47% pasien dan 42% dokter menyatakan pelayanan kesehatan tidak humanis.
Ketua Klaster Kolaborasi Pendidikan Kedokteran IMERI FKUI Dokter Rita Mustika, MEpid menyatakan pengembangan humanisme dalam pendidikan kedokteran di Indonesia saat ini sangat dibutuhkan.
Pembelajaran humanisme memang diperlukan untuk mencapai kompetensi profesionalitas seorang dokter. Dokter yang lebih humanis tentunya sangat bermanfaat bagi masyarakat.

"Peningkatan persepsi mahasiswa terhadap iklim humanis berhubungan dengan peningkatan capaian kompetensi humanisme. Dengan demikian, pengembangan humanisme dokter harus diawali dengan membangun iklim pembelajaran yang humanis di lingkungan pembelajaran," kata dia dalam keterangan tertulisnya.
"Iklim ini lah yang memengaruhi perilaku mahasiswa, karena dengan berada dalam iklim pembelajaran tertentu mahasiswa dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu pula,” tambah dia.
Tapi, pembelajaran humanisme dalam pendidikan kedokteran seringkali terkalahkan oleh ilmu biomedik dan keterampilan klinis. Pengembangan humanisme dianggap dapat terjadi begitu saja tanpa perlu proses pengajaran, namun saat ini telah disadari pentingnya pengajaran humanisme untuk menjadikan dokter profesional.