VIRUS corona COVID-19 ternyata memiliki dampak jangka panjang terhadap pasien yang pernah mengidapnya. Penelitian baru di China memberi gambaran tentang apa yang mungkin terjadi pada pasien COVID-19 dengan gejala sedang atau berat.
Dalam pengujian penanda biologis dari pasien yang sudah pulih, peneliti menemukan bahwa pasien memiliki masalah dengan fungsi hati. Pasien dengan sakit berat mengalami kerusakan paru-paru dan hati dan mungkin tidak akan bisa kembali lagi meskipun infeksi telah sembuh.
Memang diperlukan waktu bertahun-tahun untuk membuktikan COVID-19 terhadap kesehatan manusia. Namun menurut para ahli COVID-19 dapat memicu peradangan yang dapat menyebabkan kerusakan organ.
Merangkum dari Huffpost, Selasa (28/4/2020), ketika tubuh terpapar infeksi seperti COVID-19, maka secara otomatis tubuh akan memberikan respon peradangan. Ini adalah kondisi dimana sistem kekebalan memompa sel untuk melawan virus.
Menurut Ahli Paru di Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Feinberg, Khalilah Gates, COVID-19 akan membuat tubuh beberapa orang memproduksi banyak respon inflamasi yang merusak organ-organ penting seperti paru-paru, ginjal dan jantung.
Tubuh tidak dapat pulih dari tingkat kerusakan dan membutuhkan waktu untuk sembuh dengan sendirinya.
“Terutama di paru-paru, proses penyembuhan ini dapat menyebabkan jaringan parut ireversibel (Fibrosis) yang dapat sangat memengaruhi fungsi paru-paru dalam jangka panjang,” terang Gates.
Hilangnya kapasitas paru-paru bisa menimbulkan sesak napas hingga kebutuhan oksigen jangka panjang. COVID-19 juga bisa memberikan tekanan besar pada hati manusia. Selain itu demam yang sangat tinggi dari COVID-19 akan melemahkan jantung dan meningkatkan risiko kelainan seperti pembekuan darah.
Spesialis Penyakit Dalam dan Paru di Lenox Hill Hospital, New York, Len Horovitz mengharapkan bahwa beberapa orang yang berjuang melawan COVID-19 dalam kondisi parah akan menimbulkan aritmia jantung, gagal jantung kongestif dan miokarditis atau perikarditis (Radang otot jantung).
Oleh sebab itu sangat penting untuk mengetahui seberapa parah sesoerang menderita COVID-19. Orang dengan gejala yang lebih ringan mungkin tidak akan memiliki dampak yang besar terhadap kesehatannya.
“Jika anda memiliki kasus ringan, maka Anda tidak akan memiliki masalah jaringan parut atau pernapasan dalam jangka panjang,” terang Horovitz.
Secara umum para ahli kesehatan memprediksi semakin sedikit peradangan yang dialami pasien maka akan semakin sedikit efek jangka panjang yang mereka miliki. Infeksi pernapasan lain yang sedikit mirip dengan COVID-19 yakni SARS dan MERS diketahui memiliki efek penyakit yang bertahan lama.
Salah satu komplikasi yang terlihat dari COVID-19 adalah kegagalan pernapasan yang disebut dengan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) yang mengharuskan pasien untuk menerima oksigen melalui ventilator.
ARDS tidak dipicu oleh COVID-19 saja, penyakit ini juga bisa ditimbulkan oleh infeksi lain seperti sepsis, influenza, dan pneumonia. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kondisi ini dapat mengurangi kualitas hidup manusia dan membawa keterbatasan olahraga dan gangguan neuropsikologis bahkan setelah mereka pulih.
“Kami tahu dari influenza dan ARDS bahwa berdasarkan tingkat keparahan penyakit akut, pasti ada konsekuensi jangka panjang dari peradangan dan jaringan parut. Kerusakan paru-paru yang ireversibel akan menyebabkan gejala pernapasan kronis dan kebutuhan oksigen jangka panjang,” terang Gates.
Studi dari Beijing mengamati kesehatan pasien SARS setelah 15 tahun pulih menemukan bahwa sekiira sepertiga pasien memiliki masalah paru-paru selama beberapa tahun mengalami infeksi. Tapi sebagian besar kerusakan paru-paru mereka sembuh setelah 15 tahun.
Penemuan serupa pun dicatat oleh penderita MERS. Satu per tiga pasien yang pulih memiliki tanda-tanda fibrosis atau jaringan parut paru-paru.
Horovitz menjelaskan ada gangguan infeksi jaringan parut dari SARS. Jaringan parut ini terkait dengan hilangnya kapasitas paru-paru. Sebagian besar pasien yang memiliki masalah paru akan membaik seiring berjalannya waktu. Biasanya dalam beberapa tahun.
(Dewi Kurniasari)