Pernikahan menjadi sesuatu yang dianggap menakutkan sekarang ini. Persoalan seperti ketidaksiapan finansial atau ketidaksiapan seseorang menjadi pasangan hidup membuat beberapa orang takut untuk berkomitmen menikah.
Bahkan, diterangkan Psikolog Meity Arianty, ada alasan lain mengapa seseorang takut untuk menikah. Berdasar pengalaman praktiknya selama ini, beberapa kliennya ada yang memang takut untuk menikah dan ini tidak hanya dialami perempuan. Ya, pria pun mengalami masalah ini.
"Ketakutan menikah ini dialami banyak orang, khususnya perempuan karena mereka menggunakan perasaan. Namun, beberapa klien pria saya juga ada yang mengeluhkan ketakutan akan menikah ini tentu dengan masalah yang berbeda," ungkapnya pada Okezone melalui pesan singkat, Sabtu 22 Februari 2020.
Meity menuturkan ada 5 alasan seseorang takut untuk menikah dan berikut uraiannya:
1. Patah hati
Pernah putus atau ditinggal pacar dan sakit hati menjadi alasan yang cukup banyak menjadi dasar seseorang takut untuk menikah. Rasa sakit yang teramat membuat seseorang takut untuk menjalin hubungan kembali. Kondisi ini bisa dialami laki laki maupun perempuan.

2. Trauma
Pada kasus ini, beberapa klien biasanya mengacu pada orangtua mereka. Ya, bagaimana orangtua menjalani pernikahan yang tidak bahagia, sering bertengkar, dan perselingkuhan memberi dampak langsung ke anaknya. Kasus ini biasanya dialami beberapa perempuan.
3. Merasa tidak ada pasangan yang sempurna
Ketika mencoba mencari yang terbaik, beberapa orang merasa mereka sulit mendapatkan pasangan yang sempurna. Hal ini membuat mereka kurang yakin untuk menjalin hubungan serius seperti berumah tangga.
4. Takut berkomitmen
Kasus semacam ini mulai banyak ditemukan. Seseorang menjadi kurang tertarik untuk menjalin hubungan serius atau berkomitmen dengan satu orang. Laki-laki mendominasi kasus ini, sekalipun banyak juga perempuan yang mengalaminya.

5. Terlalu mandiri sehingga merasa tidak membutuhkan pasangan
Ini pun mulai banyak ditemukan di kehidupan modern seperti sekarang. Kasusnya didominasi perempuan. Jadi, ketika mereka merasa sudah mandiri secara finansial, mereka seperti sulit untuk memberikan sebagian kehidupannya pada laki-laki.
(Helmi Ade Saputra)