 
                
JAKARTA - Rencana pembuatan film Bumi Manusia berdasarkan novel Pramoedya Ananta Toer menimbulkan sejumlah perdebatan di media sosial. Di antaranya terkait dengan pemeran utama film tersebut dan juga apakah kisah dalam novel itu bisa dipahami generasi milenial.
Sutradaranya, Hanung Bramantyo, mengaku bahwa menyajikan substansi novel kepada kaum muda saat ini adalah pekerjaan rumah baginya. Untuk itu, dia memilih memusatkan perhatian mereka terlebih dahulu ke kisah percintaan antara tokoh Minke dan Annelies.
Baca Juga: Berbagi Tips Kecantikan saat Puasa
"Kisah cinta di dalam Minke dan Annelies itu menjadi trigger. Itu dulu yang saya pasang. Bukan itu yang akan saya eksplorasi secara berlebihan. Sebagai gula, sebagai pemantik orang-orang, akhirnya kemudian para milenial yang jauh dari karya sastra itu, jauh dari pemahaman sejarah itu, setidaknya bisa menikmati," kata Hanung.
"Jangan kemudian ditafsirkan bahwa saya hanya akan membuat kisah cintanya saja. Oh tidak sama sekali," tambahnya.
Gustika Jusuf-Hatta lewat twitter menulis bahwa dirinya sinis tentang rencana penayangan film Bumi Manusia. Menurutnya, isi novel itu sangat mendalam dengan narasi bebas, tentang penjajahan Belanda, dan banyak hal lain. Dia khawatir film ini akan diubah menjadi "benar-benar" film percintaan.
I don't want to provoke anything on Instagram (yet), so here goes, Twitter!
— Gustika Jusuf-Hatta 🌿 (@Gustika) 25 Mei 2018
I'm cynical about the upcoming #BumiManusia film. The book is so in-depth with liberal narrative, Dutch colonialism and more, I worry that the film would turn it into a "pure" romance film.
Mega Soekardjiman menulis sisi positif, yaitu dirinya melihat begitu banyak teman-teman generasi milenial yang benar-benar membacanya.
The positive side of this upcoming Bumi Manusia movie is that I saw so many millenial friends who actually read it. I hope there are another Pram coming from my generation who are braver and more fierce, dari zaman yang katanya udah lebih bebas ini.
— Mega Soekardjiman (@megamrsta) 25 Mei 2018
But Bumi Manusia has been around for +30 years, it’s only logical that people have high expectation if it’s made into a movie. It is an intergeneration book, you’re not the only one who wants to watch it, your father/mother might want to.
— kaia. (@salsnadia) 25 Mei 2018
saya aja baca bumi manusia saat masuk kampus, ga perlu ada yg di salahka tentng itu, yg perlu di perhaikan adlah bgaimana anak2 suka baca buku saat di Sd,Smp,Sma. sehingga pengetahuan nya semakin k asah
— عبدالجليل Alil (@Abd_Jalil_) 28 Mei 2018
Kaia salsnadia menulis, buku yang sudah ada selama lebih tiga puluh tahun ini adalah sebuah karya antar generasi yang (filmnya) akan ditonton bukan hanya Anda saja, tetapi juga orangtua Anda.
Salah satu ahli sastra Indonesia yang juga mengikuti perkembangan masyarakat adalah Profesor Sapardi Djoko Damono dari Universitas Indonesia. Penyair yang juga pernah menulis buku berjudul Alih Wahana (2014) tentang perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis lain ini bisa menjadi jembatan antara generasi yang lebih tua dengan milenial.
"Itu untuk menjual karya sastra (ke generasi yang lebih muda). Menjual film supaya laku. Itu saja. Bukan bagus atau tidak. Orang jualan bagus apa? Nggak ada masalah. Itu jualan kok. Orang bikin film kan jualan. Kan biaya besar, harus kembali dan untung," Sapardi menjelaskan.
Dilan jadi Minke?
Sebagian pihak memandang, selain perubahan format dan pendekatan cerita, penunjukan Iqbaal Ramadhan sebagai pemeran Minke adalah cara lain untuk mendekatkan karya sastra sarat makna ini ke generasi muda.
Tetapi muncul juga sejumlah protes dari netizen yang mempertanyakan kemampuan akting anggota boyband yang terkenal lewat film percintaan anak belasan tahun, Dilan 1990.
YHA GUE BARU TAU DONG KALAU NOVEL 'BUMI MANUSIA' BAKAL DIFILMIN, TERUS YANG JADI MINKENYA TUH IQBAAL.
— v a l d a (@dhavalvalda) 28 Mei 2018
antara seneng dan sedih sih ini sebetulnya :/ hehehe
Jika ada yg berpendapat Iqbaal gagal memerankan Dilan, ya itu sah sah saja. Namun, coba hargai keputusan yg telah dipilih team produksi film Bumi Manusia yg memilih Iqbaal sebagai Minke.
— Zahria Farlydia Farikhin (@farlydiaa) 28 Mei 2018
Banyak banget yg meragukan kemampuan iqbaal baik di film #Dilan1990 sekarang di #BumiManusia Liat aja dulu kemampuan org siapa yg tau kalau hasil nya aja belum kita tau, kalau saya sih percaya iqbaal mampu dan mas Hanung jg ga sembarangan pilih iqbaal
— Andri PanglimaTempur (@Septiandri1990) 28 Mei 2018
Hanung Bramantyo, yang tidak dibayar sebagai sutradara film ini, membantah Iqbaal tidak 'berisi' karena remaja 18 tahun ini sudah pernah membuat resensi Bumi Manusia saat menyusun tugas sekolah di Amerika Serikat.
"Saya bertemu dengan dia. Saya ngetes seberapa jauh pengetahuan dia, pertama tentang Bumi Manusia. Dan mengagetkan buat saya. Dia menjawab bahwa 'Bumi Manusia itu adalah novel yang saya pilih dengan sendirinya', bukan atas dasar karena mau main film atau apa," kata Hanung yang dikenal juga lewat film Ayat-Ayat Cinta.
Sementara Sapardi Djoko Damono tidak mempermasalahkan siapapun yang menjadi pemeran Minke di film Bumi Manusia. Profesor sastra UI ini belum bisa mengomentari kemampuan Iqbaal dalam pengkhianatan kreatif perubahan format kesenian ini.
"Harus berbeda, tidak bisa tidak berbeda (format buku dibanding dengan film). Karena wahananya lain. Renungan hanya bisa di kata-kata, di gambar nggak bisa. Semacam pengkhianatan terhadap karya sastra, tetapi kreatif. Itu wajar. Yah positif, yah negatif. Sama. (Terkait dengan perdebatan Iqbal sebagai Minke) Itu kan angan-angan orang. Itu kan tuduhan. Kan belum terbukti," Sapardi menegaskan.
Selain di Twitter dan Facebook, change.org juga menyediakan tempat bagi orang-orang yang mengomentari petisi terkait dengan pemeran Dilan sebagai Minke. Sudah ratusan orang yang menyampaikan pandangannya di situs organisasi ini.
Baca Juga: Permohonan Khusus Meghan Markle ke Pangeran Harry soal Mertua
Hak cipta buku Bumi Manusia dibeli Falcon Pictures dari keluarga Pramoedya Ananta Toer. Beberapa tahun lalu, sastrawan Indonesia yang meninggal pada tahun 2006 ini mengatakan kepada Hanung bahwa novelnya ini pernah ditawar Oliver Stone seharga US$60.000 atau Rp840 juta.
Shooting film akan dimulai pada bulan Juli selama tiga bulan, setelah selama lima bulan sebelumnya telah dilakukan sejumlah langkah persiapan. Masih belum diketahui kapan film ini akan beredar di umum dan dapat ditonton masyarakat.
(Risna Nur Rahayu)