“Kita perlu melakukan reka ulang menyeluruh terhadap kebudayaan melalui terobosan multidisiplin,” ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa proses reinventing ini dapat dilakukan melalui tiga strategi, seperti reprogramming dengan mentransmutasikan legenda manusia 51.000 tahun lalu menjadi pengalaman imersif, misalnya melalui produksi film animasi 4D berteknologi mutakhir.
Lalu, redesigning, yakni menjadikan gua sebagai “laboratorium hidup” yang menghidupkan masa lalu. Terakhir, reinvigorating lewat program residensi dan pertukaran peneliti.
Ketiga, Menbud Fadli Zon menekankan bahwa warisan budaya memiliki peran strategis sebagai pengungkit ekonomi masyarakat lokal. Dia menyampaikan bahwa pelestarian budaya harus terintegrasi dengan penguatan ekonomi dan perlindungan lingkungan.
“Visi besar kita harus berdiri di atas tiga pilar: pelestarian, pemberdayaan ekonomi lokal, dan tanggung jawab ekologis,” tuturnya.
Dia juga mengangkat pentingnya pengembangan green tourism, pemanfaatan teknologi untuk pengalaman edukatif, serta pendekatan adaptive reuse, seperti penyelenggaraan konferensi dan kegiatan ilmiah langsung di sekitar situs.
Keempat yang Menbud Fadli sampaikan pentingnya kolaborasi holistik lintas sektor dan lintas budaya. Dalam pidatonya, Menbud Fadli mengutip filosofi Bugis Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong, yang berarti saling membantu dan menopang dalam suka maupun duka.