KEPUTUSAN pemerintah yang kini melarang produsen susu formula (sufor) untuk melakukan sejumlah tindakan promosi produknya disambut positif oleh Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Piprim Basarah Yanuarso.
Keputusan tersebut sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Kebijakan terbaru tersebut dibuat dengan tujuan demi memaksimalkan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif kepada anak.
“Saya menyambut baik itu Peraturan Pemerintah tentang susu formula, salah satunya nggak boleh ada diskon,” ujar dr. Piprim, saat diwawancara MNC Portal, di kantor IDAI, Salemba, Jakarta, Kamis, (1/7/2024).
Meski begitu, dr. Piprim menilai, selain karena faktor pengaruh iklan dan diskon menggiurkan yang kerap diberikan oleh produsen sufor, salah satu biang kerok penghambat program ASI eksklusif adalah kebiasaan kakek dan nenek yang kerap memberikan sufor kepada sang cucu. Faktornya bisa berbagai macam.
Mulai dari karena kerap tak tega melihat cucunya menangis terus-menerus, terlebih saat usia sang cucu masih berkisar antara 2-3 hari. Biasanya, di momen tersebut, para ibu masih sangat berjuang dalam memberikan ASI untuk bayinya. Berbagai masalah juga kerap dialami. Mulai dari ASI yang sulit keluar, hingga kondisi ibu yang kelelahan.
Tak ayal, bayi kerap menangis sepanjang hari, sehingga memicu kakek atau sang nenek membantu memberikan sufor ke sang bayi dengan alasan agar tak rewel dan tidak lapar. Apalagi, sebelumnya, mereka bisa juga memang telah termakan iklan produsen sufor.
“Ini biang keroknya kakek neneknya juga soalnya. Begitu bayinya, cucunya nangis-nangis di dua atau tiga hari pertama, kakek nenek itu udah ribut, anak kasihan haus, lapar, nangis terus, kasih susu (formula) lah,” tuturnya.
“Nah, begitu nanti masuk si produsen susu juga pinter, yang dibujuk kakek neneknya misalkan,” katanya.
Selain itu, dr.Pripim menilai, dalam banyak kasus, sufor menurutnya memang menjadi penghambat bagi para ibu untuk bisa memberikan ASI eksklusif pada bayi. Padahal, seperti diketahui ASI sendiri memiliki segudang manfaat bagi si ibu maupun sang bayi.
“Karena apa? susu formula itu bukannya susunya sendiri yang jelek. Susunya itu kalau dikasih ke bayi aman-aman aja. Tapi jeleknya secara tidak langsung, satu, dia mencegah ASI eksklusif,” ujarnya.
“Padahal, ASI eksklusif itu luar biasa banyak manfaatnya. Ada anti body di situ, ada bonding dan ada rasa keibuannya tumbuh di situ. Bayinya juga lebih tenang kalau di dekat ibunya,” katanya.
Dokter Piprim lantas mencontohkan beberapa kasus di rumah sakit atau klinik yang justru tidak mendukung ASI eksklusif, yakni dengan memberikan susu formula usai proses persalinan.
“Masalahnya kan sekarang gini, bayi lahir di rumah sakit atau klinik tertentu, pulangnya sudah dibekalin susu formula, satu kaleng atau satu kotak. Ini kan nggak bener kaya gini,” katanya.
Padahal, dia menilai, rumah sakit dan klinik yang baik adalah yang mendukung program ASI ekslusif itu sendiri. Bahkan, dia sangat berharap jika para dokter terkait agar dibekali ilmu pengetahuan untuk bisa mendampingi pasien ibu melahirkan terkait pemberian ASI eksklusif.
“Rumah sakit yang sayang bayi, yang mendukung ASI, nggak boleh praktek seperti itu. Makanya peraturan pemerintah ini saya dukung 1.000 persen, saya dukung!” ujarnya.
“Tetapi, nggak cukup hanya itu. Harus diimbangi dengan dokter anaknya, bidannya, dokter kandungannya pun, itu harus diajarkan bagaimana mendampingi ibu supaya bisa memberikan ASI eksklusif. Poin itu penting,” katanya.
(Leonardus Selwyn)