ULAR gibug atau dikenal juga sebagai ular tanah ialah salah satu reptil paling beracun yang sering terlihat di rumah-rumah.
Dikenal dengan nama ilmiah Calloselasma rhodostoma, ular ini memiliki reputasi sebagai hewan yang agresif dan berbahaya.
Meski ukurannya tidak terlalu besar, ular gibug yang mendapat julukan 'ranjau darat' ini dapat menjadi ancaman serius bagi manusia dan hewan peliharaan.
Mengutip Wikipedia, ular ini tersebar luas di Asia Tenggara dan Jawa dengan berbagai nama lokal seperti bandotan bedor, oray lemah, oray gibug, dan ular edor di Karimunjawa.
Berukuran tidak terlalu besar, ular gibug cenderung berbadan gemuk, dengan panjang rata-rata sekitar 76 cm untuk yang jantan dan bisa mencapai 91 cm untuk yang betina.
Punggungnya berwarna coklat agak kemerahan dengan 25-30 pasang corak segitiga besar coklat gelap yang melintang di bagian tengah punggung, diselingi dengan warna terang kekuningan atau keputihan.
Sedangkan bagian sampingnya lebih pucat dengan bercak-bercak cokelat gelap besar yang tersusun rapi hingga ke dekat anus.
(Foto: Instagram/@santosa_koi_subang_official)
Bagian bawah tubuhnya, berwarna putih kemerahjambuan dengan bercak cokelat gelap dan terang. Keseluruhan warnanya memberikan perlindungan yang baik saat berada di antara serasah atau dedaunan kering.
Kepala ular gibug berbentuk segitiga dengan moncong runcing, berwarna coklat gelap, dan memiliki sepasang pita keputihan di atas mata serta pola keputihan yang menyerupai anak panah di tengkuk.
Bibirnya berwarna putih abu-abu jambon dengan batas antara kedua warna itu berbiku-biku seperti renda. Kulit dinding mulutnya berwarna putih kebiruan.
Ular gibug banyak ditemukan di berbagai wilayah Asia Tenggara dan Jawa, termasuk Nepal, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia Barat, serta di beberapa bagian Myanmar, Sumatera, dan Kalimantan.
Habitatnya meliputi hutan pantai, rumpun bambu, lahan pertanian, kebun buah-buahan, perkebunan, dan hutan di sekitar perkebunan, di mana mereka mencari mangsanya, seperti tikus.
Ular ini juga kerap tak sengaja terinjak oleh mereka yang kerap beraktivitas di perkebunan, karena warnanya yang menyerupai tanah.
Spesies ini terkenal sebagai ular yang pemarah dan cepat menyerang, dengan sekitar 700 insiden gigitan ular setiap tahunnya di Malaysia bagian utara, yang mengakibatkan kematian sekitar 2 persen dari kasus tersebut.
Kendati racunnya dapat menyebabkan rasa sakit parah, pembengkakan, dan bahkan nekrosis jaringan, namun kasus kematian jarang terjadi.
Banyak korban mengalami cacat atau diamputasi karena kurangnya antivenom dan perawatan medis yang tepat.
(Foto: Instagram/@dunia.hewan.ina)
Dalam penelitian tahun 2005 terhadap gigitan ular berbisa Malayan pit viper di Thailand, sebagian besar korban mengalami gejala ringan hingga sedang, sementara beberapa mengalami pembengkakan tungkai secara permanen. Antivenin yang diproduksi di Thailand terbukti efektif dalam mengatasi efek racun tersebut.
Selain berbahaya bagi manusia, racun dari ular gibug juga memiliki potensi medis. Racunnya digunakan untuk mengisolasi enzim mirip trombin yang disebut ancrod, yang digunakan untuk memecah gumpalan darah pada pasien untuk mencegah serangan jantung dan stroke.
(Rizka Diputra)