KAGHATI Kolope merupakan layang-layang tertua berusia ribuan tahun dari Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Bahkan, Kaghati Kolope dipercaya sudah ada sejak 4.000 tahun silam.
Lantas bagiamana kisah awal mulanya? Berikut mengenal Kaghati Kolope, layang-layang tertua berusia ribuan tahun dari Muna:
Pada masa purba, ada suami-istri bernama La Pasinda dan Wa Mbose serta anaknya di Gua Sugi Patani, Desa Liang Kabori, Kabupaten Muna.
Saat itu, mereka dilanda kelaparan lantaran kekurangan bahan makanan. Lalu suatu malam, La Pasinda bermimpi diberitahu ada yang bisa tumbuh dari dalam tanah. Namun, terdapat syarat yang harus La Pasinda lakukan, yaitu menyembelih satu anaknya.
(Foto: Indonesia Travel)
La Pasinda pun terpaksa menyembelih anaknya tanpa diketahui oleh sang istri dan memutilasi tubuhnya menjadi empat.
Kemudian, tumbuhan yang dikenal dengan nama kolope atau ubi hutan tumbuh. Setelah itu, La Pasinda mengambil daun kolope yang gugur dan mencoba menerbangkannya.
Daun tersebut ternyata dapat melayang-layang di udara. Akibatnya, La Pasinda berinisiatif membuat kaghati kolope dari daun kolope. Dari kisah itu membuat layang-layang yang dibuatnya menjadi Kaghati Kolope.
Sementara itu, layang-layang ini dibuat langsung dari kelihaian tangan nenek moyang menggunakan daun kolope atau umbi gadung, kulit bambu, serat nanas, dan tali. Dalam hal ini bahan dasar untuk membuat Kaghati Kolope cukup mudah ditemukan di tiap sudut wilayahnya.
Kaghati Kolope menjadi tradisi yang membanggakan bagi Indonesia. Meski terbuat dari bahan alami, Kaghati Kolope yang umumnya berukuran 170 cm-an ini sudah dipastikan tahan air, bisa terbang tinggi, serta bisa melayang bebas di langit selama berhari-hari. Hal ini membuat masyarakat tersebut menggelar acara festival layang-layang.
Menurut cerita turun temurun masyarakat Liang Kabori di Pulau Muna, layang-layang adalah permainan petani pada masa lalu di mana mereka menjaga kebun sambil bermain layang-layang.
(Foto: Instagram/@inforahamuna)
Masyarakat Pulau Muna juga percaya bahwa layang-layang berfungsi sebagai payung yang akan menjaga pemiliknya dari sengatan sinar matahari bila ia meninggal dunia. Ketika si pemilik ini meninggal, ia berpulang dengan berpegangan pada tali layangan dan bernaung di bawah layang-layang tersebut.
(Rizka Diputra)