Mengenal Umar Mukhtar, Pejuang Bergelar Singa Padang Pasir yang Syahid di Tiang Gantungan

Khansa Azzyati Qisthina, Jurnalis
Selasa 09 Januari 2024 11:09 WIB
Umar al-Mukhtar, pejuang sufi Libya berjuluk singa padang pasir yang syahid di tiang gantungan (Foto: Medium)
Share :

RAKYAT Libya takkan pernah melupakan jasa Umar al-Mukhtar sebagai pemimpin mujahidin yang memperjuangkan kemerdekaan di jalan Allah (fi sabilillah). Bahkan, perjuangannya memicu semangat juang umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Umar Mukhtar demikian sapaan karibnya, dikenal sebagai 'Singa Padang Pasir' berkat keberaniannya mengusir para penjajah Italia.

Ulama sufi ini mengerahkan segala kemampuan terbaiknya untuk merebut kemerdekaan Libya, bahkan negara Afrika lain yang tertindas bangsa penjajah.

Kisah Umar Mukhtar bermula dari perjalanannya ke daerah Jaghbub, Libya untuk melanjutkan pendidikan. Umar adalah anak yatim piatu.

Setelah kepergian sang ayah, Umar dan saudaranya, Muhammad diasuh oleh Sharif El-Gariani, keponakan dari Hussein Ghariani, seorang pemimpin politik-agama di Cyrenaica.

(Foto: Medium)

Selama menempuh pendidikan di Jaghbub dalam waktu delapan tahun, ia menghafal Alquran dan mempelajari berbagai cabang ilmu Islam.

Umar memiliki sifat dan akhlak yang luhur, kemudian para syaikh dan petinggi Tarekat As-Sanûsiyah yang memegang kendali tanah Libya pun menyayanginya.

Sayyid Muhammad Al-Mahdi As-Sanûsi memercayai umar dan menunjukkannya sebagai syaikh di daerah Qushur di Jabal Akhdhar (Pegunungan Hijau).

Menggeloranya penjajahan Italia atas Libya pada tahun 1911 M. Membuat para pemangku Tarekat As-Sanûsiyah di Bani Ghazi dan wilayah lain menyeru para syaikh untuk berjihad. Umar Mukhtar pun menyambut seruan tersebut.

Mengutip laman islamweb.net, Umar tampil sebagai pemimpin para mujahid dengan memperlihatkan keberanian dan kemampuan dalam berperang. Awalnya, ia menggunakan taktik bertahan sambil mencari kesempatan menaklukkan musuh.

Pada 1912, pangeran Idris As-Sanûsi pergi ke negeri Mesir untuk berobat sekaligus meminta bantuan. Umar yang ditunjukkan sebagai penggantinya memanfaatkan situasi dengan membangun pusat militer dan markas di Jabal Akhdhar.

Umar terus berjuang hingga titik darah penghabisan. Betapa tidak, ia menyaksiakan kejahatan, penyiksaan, dan penodaan penjajah Italia kepada masyarakatnya. Para penjajah tak segan untuk membunuh, menyiksa, dan memerkosa wanita.

Perang masih berkecamuk, Umar memutuskan untuk pergi ke Mesir menemui Idris As-Sanûsi untuk meminta arahan berkenaan dengan jihad. Dalam perjalanan pulang Umar dimata-matai oleh pasukan tentara musuh.

(Foto: Medium)

Musuh langsung menembakkan meriam begitu melihat Umar dan teman-temannya. Umar berhasil melumpuhkan musuh. Nama Umar semakin dikenal dari anak kecil hingga orangtua, menganggapnya sebagai pemimpin yang cerdas.

Gencatan senjata yang dilakukan Italia tak sedikit pun membuat Umar dan pasukkan surut mempertahankan Italia.

Setelah tak mempan digencar dengan dengan meriam, musuh menggoda dengan menawarkan harta dan menjanjikan kenikmatan hidup. Namun, tak ada yang berhasil.

Petinggi Italia menghubungi Umar untuk menyudahi peperangan. Umar pun menerima tawaran dengan sekumpulan syarat demi menaikkan derajat negerinya. Liciknya, Italia justru menipu Umar dan peperangan pun dimulai kembali.

Pada Oktober 1930, pertempuran sengit antara pasukan Italia dengan mujahidin pecah. Usai perang, orang Italia menemukan kacamata dan kuda Umar tergeletak tak bernyawa.

“Hari ini, kita mendapatkan kacamata Umar Mukhtar. Besok kita akan mendapatkan kepalanya," ucap Graziani, wakil Marsekal Badoglio.

Umar tak bisa mengelak lagi akhirnya ia tertawan oleh Italia. Rantai dan tali mengikat tangan Umar. Ia pun harus diadili dan menjalani hukuman mati. Umar yang saat itu berusia 70 tahun berjalan menuju tiang gantung dengan tegap.

(Foto: Medium)

Tak berhenti ia melafazkan dua kalimat syahadat sampai hukuman mati terlaksana. Orang Italia sadar jika Umar belum meninggal, mereka pun memutuskan menggantung Umar untuk kedua kalinya.

Perjuangan Umar al-Mukhtar tidak sia-sia hingga akhir hanyatnya, ia gugur sebagai syuhada. Dalam perjalanannya, Italia berhasil diusir dari Libya dan memperoleh kemerdekaan tahun 1951.

(Rizka Diputra)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita Women lainnya