KINI Fitofarmaka dianggap sebagai salah satu obat masa depan. Ini karena bahan yang terkandung di dalamnya yaitu bahan alami yang dianggap cukup aman bagi tubuh.
Ya, fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik. Selain itu, fitofarmaka juga bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.
 
Namun sayang seribu sayang, hingga 2022 belum ada satupun fitofarmaka yang ditanggung BPJS Kesehatan.
BACA JUGA:
Padahal, Staf Khusus Menteri Kesehatan untuk Ketahanan Industri Obat dan Alat Kesehatan Prof dr Laksono Trisnantoro mengatakan, dokter-dokter sudah di-encourage untuk menggunakan fitofarmaka sebagai obat.
"Kami mendorong para dokter di pelayanan kesehatan menggunakan fitofarmaka, karena UU Kesehatan 2023 bisa menjadi acuan penggunaan fitofarmaka ini sebagai obat," jelas Prof Laksono dalam Webinar Series 'Workshop Fitofarmaka bagi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Medis', Kamis (5/10/2023).
Prof Laksono yang juga Professor of Health Policy and Management Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan bahwa fitofarmaka bukanlah obat jamu atau obat tradisional. Itu tertuang di dalam kebijakan UU Kesehatan 2023 pasal 918, bahwa obat bahan alami digolongkan menjadi:
1. Jamu
2. Obat herbal terstandar
3. Fitofarmaka
4. Obat bahan alami lainnya
Pemisahan antara fitofarmaka dengan jamu atau obat tradisional ini memungkinkan fitofarmaka dapat didanai oleh BPJS Kesehatan.
"Kebijakan ini menegaskan bahwa fitofarmaka bukan tergolong dalam obat jamu atau obat tradisional," kata Prof Laksono.
BACA JUGA:
Karena UU Kesehatan 2023 tidak mengkategorikan fitofarmaka sebagai obat tradisional, menurut Prof Laksono, ini memperbesar peluang fitofarmaka masuk dalam pelayanan kesehatan.
"Dengan begitu pemanfaatan fitomarkana bisa didanai BPJS Kesehatan," tambahnya.
Menjadi pertanyaan sekarang, fitofarmaka perlu resep dokter atau tidak dalam pemanfaatannya?