WARGA Desa Adat Cemenggaon, di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali memiliki cara unik dalam hal pengelolaan sampah. Demi menjaga kebersihan, mereka menerapkan sistem yang berfokus pada keberlanjutan dan kearifan lokal.
Sampah organik sering digunakan sebagai pupuk alami untuk pertanian, sementara sampah non organik seperti plastik ditabung di bank sampah.
Pengelolaan sampah adalah sebuah perwujudan harmoni antara tradisi lokal dan upaya untuk menjaga lingkungan.
Di tengah suasana desa yang asri dan tenang, terlihat usaha masyarakat dalam menjaga kebersihan yang menjadi bagian integral dari filosofi Tri Hita Karana.
Sejak tahun 2019, sebanyak 350 rumah warga telah menerapkan sistem pengelolaan Sampah Mandiri Pedesaan yang dinamakan 'Pesan Pede' di mana setiap rumah harus mempunyai 3 tempat pembuangan sampah organik ke sumur kompos yang disebut 'teba modern' yang dibuat di halaman rumah.
Sampah dibuang ke septic tank khusus (Foto: VOA)
Penemu sistem Pesan Pede, I Wayan Balik Mustiana menjelaskan, setiap rumah memiliki teba modern, sebuah lubang berdiameter 80 cm dan kedalaman 2 meter di halaman rumah untuk mengurai sampah organik.
Teba modern ini penuh sekitar delapan sampai sepuluh bulan dan sampah organik yang dimasukkan ke dalam teba modern membutuhkan waktu sekitar lima sampai enam bulan untuk menjadi kompos.
“Berdasarkan pengalaman kami penuhnya 8-10 bulan. 1,5 tahun ini secara alami dia sudah menjadi kompos. Kalau sudah menjadi kompos kita gali, untuk memupuk tanaman yang ada di sekitar kita” katanya, seperti dikutip dari klip VOA.
Salah satu warga Desa Adat Cemenggaon, Ni Komang Sri Kurniawati mengaku sudah merasakan manfaat menerapkan sistem Pesan Pede.
“Kalau saya sudah pernah panen kompos untuk satu septic tank (teba modern) itu komposnya dipakai mertua yang bekerja sebagai petani untuk menyuburkan tanaman yang ada di sawah. Selain itu, komposnya juga digunakan untuk pot-pot kami yang ada di rumah," ujarnya.
Sampah anorganik seperti plastik, botol, logam dan kertas ditabung ke bank sampah untuk di daur ulang. Sementara sampah residu seperti popok, pembalut, B3 ( bahan berbahaya beracun), dan sisa obat diserahkan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
“Dari 100 persen sampah harian yang kita produksi di rumah masing-masing, 60-70% adalah organik yang bisa kita olah di rumah, yang 24 persen itu anorganik yang bisa kita tabung ke bank sampah dan 5% nya residu yang kita kembalikan ke TPA,” tambah I Wayan Balik Mustiana.
Balik mengatakan ada setidaknya dua dusun di Bali yang sudah 100 persen menerapkan Pesan Pede. Selain itu, sekolah dan tiga ribuan tempat lainnya di Bali juga sudah ada teba modern.
Teba modern ini ini tak punya bau yang mengganggu. Oleh karena itu di beberapa rumah warga, teba modern juga berfungsi sebagai meja kumpul bahkan anak-anak sering bermain di area teba modern.
“Sampah anorganik seperti plastik terurai akan menjadi mikroplastik. Kalau sampah organik terurai akan mengeluarkan gas metana. Bila mana sampah anorganik dan organik bersatu muncullah bau," kata dia.
I Wayan Balik Mustiana juga mengingatkan mengambil tanggung jawab terhadap sampah masing-masing adalah langkah penting dalam menjaga lingkungan.
“Berhenti berdebat dengan sampah. Ayo kita lakukan pilah sampah. Sampahmu tanggung jawabmu, sampahku tanggung jawabku,” tutupnya.
(Rizka Diputra)