LESTI Kejora resmi mencabut laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Rizky Billar. Ia mengaku tak bisa membiarkan suaminya masuk penjara karena merupakan ayah dari anaknya Baby L.
AKP Nurma Dewi, sebagai Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan menjelaskan, pasca-pencabutan laporan atas tindak KDRT yang dilakukan oleh sang suami hal tersebut merupakan hak dari Lesti.
“Untuk pencabutan laporan yang dilakukan saudari kita L itu adalah hak dari saudara L, namun demikian kita ketahui laporan polisi sudah dibuat dan sudah proses. Kami sebagai penegak hukum, yaitu kepolisian wajib memproses semua laporan yang masuk termasuk ke Polres Jakarta Selatan,” ujar AKP Nurma pada konfrensi pers.
Lalu apa sih dampak KDRT bagi anak?
Psikolog Klinis Anggiastri Hanantyasari Utami dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan pasangan suami istri memberi dampak buruk terhadap psikis anak yang menjadi saksi mata.
Bahkan ada risiko anak akan mengalami gangguan kesehatan mental.
"Anak cenderung memiliki kecenderungan mengalami gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), depresi bahkan pikiran atau perilaku yang mengarah pada upaya bunuh diri," kata psikolog klinis Anggiastri Hanantyasari Utami dikutip dari Antara.
Pasalnya, dengan menyaksikan KDRT tersebut dapat memicu kecemasan dan ketakutan akan pengabaian oleh orang dewasa.
Anggota Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Indonesia itu menjelaskan biasanya orang dewasa atau orangtua yang dalam kondisi tidak sehat secara mental akibat pertengkaran akan memengaruhi pada bagaimana mereka merawat dan mengasuh anak.
Ada penelitian yang mengatakan bahwa sering menyaksikan atau berada pada situasi tertekan terus-menerus dapat membuat anak mengalami gangguan perkembangan pada otaknya sehingga mempengaruhi kemampuan berpikir, berbahasa, emosi dan perilaku, lanjut dia.
Tak hanya itu, perilaku agresif yang dilihat anak ketika kekerasan dalam rumah tangga terjadi di hadapannya bisa ditiru oleh buah hati, sehingga muncul kecenderungan kekerasan itu akan terulang lagi di masa depan.
"Ketika anak sudah mencapai usia lima tahun ke atas, perilaku agresif yang ditunjukkan oleh orangtua dapat membuat anak meniru perilaku agresif tersebut dan diterapkan sebagai coping mechanism atau cara dia menyelesaikan masalah-masalahnya di kemudian hari," jelas dia.
Senada dengan Anggiastri, psikolog klinis dewasa Annisa Prasetyo Ningrum dari Universitas Indonesia mengatakan KDRT dalam keluarga dapat menjadi pengalaman yang menyisakan trauma bagi anak.
BACA JUGA:Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT Rizky Billar, Terkena Stockholm Syndrome kah?
Sebab, keluarga yang seharusnya menjadi orang terdekat dan memberikan rasa aman malah menunjukkan kekerasan.
Akibatnya, muncul rasa takut dan marah pada anak.