"Diperkirakan memang menjadi penyebab utama kenaikan kasus di New York," katanya.
Pada Maret 2022, kata Prof Tjandra, varian BA.2.12 dan BA.2.12.1 meliputi lebih dari 70 persen prevalensi kasus di Central New York, dan angkanya naik menjadi lebih dari 90 persen pada April 2022.
"Sejauh ini belum ada laporan tentang apakah subvarian baru ini menimbulkan penyakit yang lebih berat atau tidak, pihak Departemen Kesehatan setempat masih memonitornya dengan seksama," katanya.
Prof Tjandra mengatakan, varian baru tersebut dapat ditemukan di New York karena pemerintah setempat melakukan surveilance secara ketat, termasuk pada limbah di kota dan menganalisanya dengan seksama.
"Akan baik kalau kita di Indonesia juga terus meningkatkan kemampuan surveilance di berbagai tingkatan," ujarnya.