Hutan ini adalah kawasan asri di tengah kondisi lingkungan yang rusak akibat eksplorasi penambangan bijih timah yang berlangsung selama ratusan tahun.
Kondisi hutan tetap asri dan tak tersentuh aktivitas penambangan bijih timah karena begitu kuatnya keinginan pemerintah desa dan masyarakat melindunginya sebagai habitat hewan khas lokal terutama tempat bersarang lebah yang menghasilkan madu manis dan pahit.
Madu pahit yang berasal dari Hutan Pelawan Namang cukup terkenal, bahkan pemasarannya yang dikelola para UMKM sudah menjangkau hampir di seluruh provinsi di Indonesia.
Madu pahit ini berasal dari sarang lebah yang menghisap sari bunga pohon pelawan pada musim tertentu.
Fauna endemik lokal
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bangka Tengah sudah pernah membawa peneliti dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia untuk mengidentifikasi jenis flora dan fauna endemik lokal yang hidup dan berkembang biak di hutan tersebut.
Menurut Kepala Seksi Pengawasan pada DLH Bangka Tengah, Robby Romadona, terdeteksi ada ada ratusan jenis burung yang hidup bebas di hutan itu, juga menjadi habitat puluhan hewan melata yang saat ini sudah termasuk hewan langka.
Demikian juga berbagai jenis pohon (flora) langka khas Pulau Bangka tumbuh di hutan itu, di antaranya cukup terkenal dan jumlahnya cukup banyak yaitu pohon pelawan.
Selain itu, berbagai jenis pohon langka yang juga ditemukan dimana pohon itu mulai sulit ditemukan di tempat lain di Babel, di antaranya adalah pohon rempudung dan nyatoh.
Selain dikenal dengan pohon pelawan, hutan endemik ini juga dikenal dengan tempat berseminya Jamur Pelawan yang hanya muncul secara musiman dalam situasi dan kondisi cuaca tertentu.
Masyarakat sekitar sangat menunggu saat musim jamur pelawan yang hanya muncul saat peralihan musim panas ke musim hujan. Jamur pelawan itu mulai muncul jika saat malam hari terjadi hujan lebat disertai angin dan petir.
"Warga sekitar sangat hafal kapan munculnya jamur pelawan dan mereka mulai memburunya saat pagi hari karena harga jamur itu lumayan mahal, bisa mencapai Rp1,2 juta per kilogram," Robby.
Jamur ini mahal karena rasanya enak. Bahkan, sejumlah warga menyatakan rasanya seperti tetelan atau lemak sapi.
Jamur Pelawan itu juga disukai para wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Hutan Pelawan, membelinya untuk oleh-oleh dan ada juga yang memesan untuk langsung dimasak dan disantap bersama di rumah panggung di dalam kawasan hutan.