KASUS Covid-19 tengah melonjak di sejumlah negara seperti China, Korea Selatan, dan Hong Kong semuanya melaporkan angka yang mengkhawatirkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membeberkan tiga alasan dan peringatan mengapa kasus Covid-19 melonjak.
WHO mengatakan, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang BA.2 atau Omicron yang tampaknya menghasilkan gejala tidak lebih parah dari strain induknya. Kasus baru pun muncul dengan varian baru yang menjadi perhatian adalah strain omicron campuran - 'siluman' + normal.
Pertama kali terdeteksi di Israel dengan dua kasus di Bandara Ben Gurion diidentifikasi sebagai BA.1 + BA.2. "Omicron menularkan pada tingkat yang sangat intens, kami memiliki sub-garis keturunan BA.1 dan BA.2."
BA.2 lebih mudah menular dan ini varian paling menular yang pernah kami lihat dari virus SARS-COV2 hingga saat ini," ungkap Dr Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis Covid dari WHO dilansir Hindustan Times, Senin (21/3/2022).
Dengan demikian, WHO mengatakan bahwa 3 alasan lonjakan kasus Covid-19 yaitu;
- Varian varian Covid-19 lebih mudah menular (Omicron)
Sebuah sub-varian 'siluman' dari strain omicron telah terdeteksi dan para ahli percaya juga bisa bertanggung jawab atas lonjakan kasus di China. Munculnya sub-varian, yang disebut BA.2, menjadi perhatian karena tidak adanya mutasi kunci pada protein lonjakan dianggap perlu untuk tes PCR cepat untuk mengidentifikasi infeksi.
- Adanya pencabutan pembatasan
Ketika kasus menurun dan tingkat vaksinasi meningkat, pemerintah putus asa untuk menghidupkan kembali ekonomi mulai dibuka kembali. Ini adalah alasan lain munculnya kembali kasus Covid-19 dan pertumbuhan varian, WHO mengindikasikan.
- Hoaks atau misinformasi terkait vaksinasi dan penyebaran virus
WHO mengatakan sejumlah besar berita palsu yang disebarkan, sengaja atau tidak, tentang vaksin telah menghambat upaya pemulihan. Kemudian, laporan palsu tentang penyebaran virus laporan yang menunjukkan pandemi akan berakhir setelah omicron juga menjadi masalah.
BACA JUGA:Alasan Omicron Tak Timbulkan Lonjakan di Indonesia
"Dalam empat minggu terakhir, jumlah informasi yang salah tampaknya semakin buruk," kata Dr von Kerkhove.
(Dyah Ratna Meta Novia)