Angka kematian akibat COVID-19 di Iran terpantau menurun terus setiap harinya. Menurut data AA, pada Sabtu (11/4), angka kematian yang rata-rata di angka 151, tiba-tiba menurun dua kali lipatnya menjadi 73 kasus per hari.
Kasus positif COVID-19 per hari pun turun. Jika mengacu pada kasus 30 Maret, Iran punya pasie positif per harinya mencapai 3.186 orang, sementara itu di 19 April angkanya merosot tajam menjadi 1.343.
Ini merupakan kabar yang membahagiakan, bukan hanya untuk Iran tetap seluruh dunia. Fakta ini membuktikan kalau kasus COVID-19 bisa ditekan, baik angka kematiannya maupun pasien positif baru setiap harinya. Itu juga bisa dilihat dari angka kesembuhannya, pada 19 April, ada 57.023 orang yang dinyatakan sembuh.
Tren ini membuat sebagian ilmuwan penasaran, bagaimana Iran melakukan itu semua?
Jaga jarak dan menggunakan masker sudah menjadi pedoman umum yang diperintahkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Itu pun dilakukan Iran, tapi penurunan drastis tak menjadi hasil yang dirasakan beberapa negara lainnya. Lalu, apa rahasia Iran dalam upaya menekan kasus COVID-19?
Menteri Kesehatan Iran Saeed Namaki coba mengomentari tren penurunan signifikan kasus COVID-19 di negaranya. Baginya, kerja sama antar masyarakat menjadi hal penting dalam upaya melawan pandemi ini.
"Jaga jarak antarorang dilakukan dengan baik. Ini yang membuat beberapa provinsi di Iran semakin baik kondisinya," ungkapnya.
Di sisi lain, Pakar Industri Anadolu Agency mengatakan, terapi plasma menjadi rahasia di balik penurunan angka kasus COVID-19. Terapi ini menyelamatkan hidup banyak pasien COVID-19 yang kritis.
Terapi plasma yang dilakukan di Iran tergolong konvensional yaitu imunoterapi adaptif klasik. Terapi ini terbukti efektif dan aman dalam membantu pasien yang terinfeksi pulih dari penyakitnya.
"Apa yang terjadi adalah orang yang sembuh dari penyakit memiliki antibodi terhadap penyakit dalam darah mereka. Jadi, darah mereka dikumpulkan dan diberikan kepada mereka yang terinfeksi parah," ungkap Praktisi Medis dr. Hassan Jalili.
Rumah sakit di Iran memulai terapi plasma sejak 40 hari yang lalu dan sudah lebih dari 300 pasien sembuh menyumbangkan darahnya. Menurut Pemimpin Proyek Terapi Plasma Hassan Abolqasemi, jumlah tersebut ternyata membantu 40% penurunan kematian kasus COVID-19.
Abolqasemi melanjutkan, terapi plasma ini sudah pernah dilakukan sebelumnya dan terbukti efektif dalam mengatasi penyakit SARS, MERS-CoV, dan Ebola. Makanya, Iran pun melakukan terapi ini untuk penyakit COVID-19.
"Amerika Serikat muali menggunakan terapi plasma setelah melihat keberhasilan Iran. Kemudian, negara lain menyusul seperti Perancis, Jerman, Belanda, dan beberapa negara Eropa lainnya," menurut laporan Mehr News Agency.
(Helmi Ade Saputra)