Pembunuhan yang dilakukan remaja berinisial NF berusia 15 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat kepada seorang balita berinisial APA berumur lima tahun dilatar belakangi oleh kebiasaannya menonton film horor. Lantas seberapa besar pengaruh film horor pada kasus pembunuhan?
Psikolog Pendidikan, Felisitas Kaban mengatakan kasus pemnunuhan yang disebabkan oleh film horor (Slender Man) banyak terjadi di luar negeri. Meski demikian, seseorang tidak bisa menjadikan patokan bahwa kasus pembunuhan disebabkan oleh film horor adalah hal yang normal.
“Kalau di Indonesia sendiri yang mengaku terekspos film horor tidak banyak. Dan layaknya anak-anak yang berbuat salah itu biasanya takut dan sembunyi. Tapi anak ini (tersangka) berbeda, dia ngaku dan menyerahkan diri,” terang Felisitas dalam wawancara dengan iNews TV beberapa waktu lalu.
Felisitas menyebut bahwa tersangka berinisial NF tersebut kemungkinan besar masih belum bisa membedakan detail mana perilaku yang benar maupun yang salah. Ia juga tidak bisa membedakan tindakan yang merugikan banyak orang dan tidak.
Ia pun membandingkan kasus pembunuhan yang terjadi di Jakarta Pusat dengan fenomena penembakan yang terjadi di luar negeri ketika peluncuran film Joker. Dalam kasus tersebut, sang pelaku penembakkan memposisikan dirinya memiliki kesamaan dengan karakter film Joker. Karena ini adalah pembenaran dari apa yang menimpa dirinya.
“Jadi ketika seseorang mendapat perilaku yang tidak baik, maka ia akan melakukan hal yang tidak baik pula. Tapi kan hal ini tidak 100 persen diterima seperti ini oleh anak. Bisa juga salah tafsir, salah pilih jadi role model, inilah pendampingan dari orang yang sudah lebih dewasa, kakaknya boleh ketika orangtua jarang di rumah,” tuntasnya.
(Helmi Ade Saputra)