Suatu hari Sabtu sepulang aku dari kerja, sebuah mobil berhenti dan bertanya arah menuju danau. Sekelompok laki-laki di mobil itu, dan mereka memintaku naik ke mobil untuk mengantar mereka, dan berjanji akan mengantarku kembali. Namun mereka tak pernah mengantarku kembali. Mereka membawaku lari dan memerkosaku.
Aku tak menceritakan ke siapapun karena merasa itu adalah salahku, hukuman karena aku menjadi orang yang "buruk”. Aku lari dan putus asa. Aku mencari boks telepon dan menelepon ibuku meminta belas kasihnya. Aku menceritakan apa yang terjadi, tapi ia menyalahkanku dan bilang aku harus berubah.
Saat itu aku merasa tak punya arti, tidak makan dengan benar. Aku benar-benar benci hidupku, sampai rasanya ingin mati. Aku menelepon ke nomer telepon bantuan setiap 20 menit sekali. Pada umur 21 aku diusir dari tempat penampunganku. Saat itulah aku berpikir, "Ini semua tak bisa dibiarkan".
Aku tahu aku harus membuat keputusan, dan tak boleh membiarkan diri dimakan oleh pikiran ingin mati.
Aku merangkak keluar dari situasi itu dan memutuskan mendaftar sekolah serta membeli sepeda bekas. Selain transportasi murah, bersepeda juga bisa lebih cepat kemana-mana.
Aku mulai bergabung dengan klub sepeda lokal, satu-satunya perempuan di klub itu.
Ternyata aku mencintai bersepeda karena bisa membuatku lari dari masalah. Namun ternyata hidupku juga membaik karena banyak hormon endorphin keluar. Baru pertama kalinya aku merasa punya makna hidup di dunia ini.
Tahun 2014 sebuah velodrome di bangun di Glasgow untuk menyambut Commonwealth Games. Aku ikut untuk senang-senang, ternyata malah ditawari untuk ikut kompetisi nomer sprint.
Pada kompetisi pertamaku, aku berhasil mengalahkan juara bertahan dari Skotlandia, dan meraih medali emas. Pada saat itulah aku berpikir kembali ke Iran, untuk melacak lagi akar keluargaku.